Para pelanggan maskapai Lion Group dari Malaysia dan Thailand harus menerima kenyataan kurang menyenangkan lantaran kepemilikan data pribadi mereka diketahui oleh pihak asing yang tidak bertanggungjawab.
Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ada beberapa masyarakat tanah air yang mengalami hal serupa. Sejauh ini investigasi masih terus berlangsung dalam menelusuri penyebab kebocoran data Lion Group.
Data pribadi yang bocor milik pelanggan setia salah satu maskapai terbesar di Indonesia ini mencapai jutaan data informasi. Mulai dari nomor ponsel, alamat, hingga identitas paspor pelanggan.
Semua data diketahui sebelumnya telah di simpan secara virtual oleh Amazon Web Service (AWS) serta dapat diakses melalui via web. Namun, AWS hingga hari ini belum memberikan kejelasan terkait insiden kebocoran data.
Pihak Kemkominfo bahkan telah menyurati langsung AWS agar segera memberi tanggapan. AWS menyangkal dan menganggap sistem yang mereka miliki berjalan baik tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun.
Beberapa pengamat teknologi di tanah air juga buka suara dalam merespons insiden tersebut. Pengelola database dianggap kurang cermat dalam mengamankan data pelanggan dalam hal ini yaitu pihak AWS.
Perlu diketahui dalam kasus kebocoran data yang telah terjadi, butuh waktu yang cukup lama dalam mencari akar penyebabnya. Analisis forensik yang dijalani bertujuan mencari penyebab dari dalam maupun luar perusahaan.
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengutarakan bahwa Indonesia di era digitalisasi telah masuk kategori 10 besar negara yang rentan terkena serangan siber.
Serangan yang dilakukan tidak hanya berasal dari negara asing, justru tidak menutup kemungkinan berasal dari dalam negeri sendiri.
Maka, dalam beberapa dekade mendatang Indonesia akan membutuhkan tenaga kerja yang andal di bidang keamanan siber. Jumlah yang dibutuhkan tidak sedikit mengingat luas wilayah dan jumlah penduduk yang tinggi.
Untuk jangka panjang Indonesia mesti sesegera mungkin mempersiapkan diri dalam menyambut bonus demografi dimana angka pertumbuhan penduduk produktif menjadi dua kali lipat lebih tinggi.
Rudiantara mengklaim kondisi ekonomi Indonesia pada masa tersebut mampu menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Pembenahan human development maupun talent development menjadi kebutuhan pokok.
Pemerintah Indonesia telah menawarkan berbagai program beasiswa untuk pelatihan tenaga kerja yang bekerjasama dengan berbagai perusahaan teknologi global seperti Microsoft.
Syaratnya pun tidak begitu mempersulit masyarakat. Usia maksimal yaitu 29 tahun dan mampu menempuh tes ujian dengan hasil mencapai standar yang telah ditentukan.
Perusahaan global Apple maupun Google yang notabene sudah mendunia tidak terlalu memperhatikan latar belakang status sarjana pegawainya. Para gladiator cyber security ini kelak akan fokus pada sektor keamanan siber.
Seluruh negara tetangga di Asia Tenggara diharapkan mampu bersatu dalam menghalau serangan siber di era digitalisasi. Membuat regulasi bersama mengenai keamanan siber di Asia Tenggara merupakan opsi yang perlu dicoba.
Sedangkan dalam menanggulangi insiden yang telah terjadi, perusahaan Lion Group perlu memperbaiki penanganan database agar kejadian serupa tidak terulang kembali.
Justru hal ini akan merugikan pihaknya sendiri karena tingkat kepercayaan masyarakat menjadi turun drastis. Pemerintah pun dapat menetapkan standar keamanan data yang baik dengan konsekuensi tegas bagi siapapun yang melanggar.
Surabaya, 22 September 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H