Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Mengenal "Gladiator Cyber Security" ala Rudiantara

22 September 2019   21:35 Diperbarui: 22 September 2019   21:50 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pelanggan maskapai Lion Group dari Malaysia dan Thailand harus menerima kenyataan kurang menyenangkan lantaran kepemilikan data pribadi mereka diketahui oleh pihak asing yang tidak bertanggungjawab.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan ada beberapa masyarakat tanah air yang mengalami hal serupa. Sejauh ini investigasi masih terus berlangsung dalam menelusuri penyebab kebocoran data Lion Group.

Data pribadi yang bocor milik pelanggan setia salah satu maskapai terbesar di Indonesia ini mencapai jutaan data informasi. Mulai dari nomor ponsel, alamat, hingga identitas paspor pelanggan.

Semua data diketahui sebelumnya telah di simpan secara virtual oleh Amazon Web Service (AWS) serta dapat diakses melalui via web. Namun, AWS hingga hari ini belum memberikan kejelasan terkait insiden kebocoran data.

Pihak Kemkominfo bahkan telah menyurati langsung AWS agar segera memberi tanggapan. AWS menyangkal dan menganggap sistem yang mereka miliki berjalan baik tanpa adanya gangguan dalam bentuk apapun.

Beberapa pengamat teknologi di tanah air juga buka suara dalam merespons insiden tersebut. Pengelola database dianggap kurang cermat dalam mengamankan data pelanggan dalam hal ini yaitu pihak AWS.

Perlu diketahui dalam kasus kebocoran data yang telah terjadi, butuh waktu yang cukup lama dalam mencari akar penyebabnya. Analisis forensik yang dijalani bertujuan mencari penyebab dari dalam maupun luar perusahaan.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, mengutarakan bahwa Indonesia di era digitalisasi telah masuk kategori 10 besar negara yang rentan terkena serangan siber.

Serangan yang dilakukan tidak hanya berasal dari negara asing, justru tidak menutup kemungkinan berasal dari dalam negeri sendiri.

Maka, dalam beberapa dekade mendatang Indonesia akan membutuhkan tenaga kerja yang andal di bidang keamanan siber. Jumlah yang dibutuhkan tidak sedikit mengingat luas wilayah dan jumlah penduduk yang tinggi.

Untuk jangka panjang Indonesia mesti sesegera mungkin mempersiapkan diri dalam menyambut bonus demografi dimana angka pertumbuhan penduduk produktif menjadi dua kali lipat lebih tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun