Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mengenal Face Recognition, Tiap Jejak Terpantau Teknologi

22 Juli 2019   23:00 Diperbarui: 23 Juli 2019   09:42 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Teknologi face recognition (Ist) | Kompas.com

Dalam beberapa tahun mendatang, keberadaan paspor mungkin sudah tidak dibutuhkan lagi. Begitu pula dengan membongkar tas guna mencari smartphone untuk menunjukkan boarding pass kepada pihak bandara mulai ditinggalkan.

Sistem yang tersedia memungkinkan penumpang dalam menuntaskan persyaratan hanya dengan memindai wajah penumpang. Kehadiran teknologi face recognition diharapkan mempermudah semua akses tersebut.

Teknologi face recognition lazim digunakan di sekitar area jalan raya dan gedung perkantoran. Namun, kini mulai diterapkan di sekolah hingga rumah masyarakat.

Beberapa sekolah di Amerika Serikat pun telah menggunakan teknologi tersebut sebagai akses memasuki sekolah sehingga mampu mengidentifikasi banyak wajah dalam waktu bersamaan.

China sebagai salah satu negara yang rela mengeluarkan dana besar dalam mengembangkan teknologi face recognition untuk menegakkan hukum disana. Pengembangan mulai gencar dilakukan sejak 2015 silam.

Presiden China, Xi Jinping, diketahui mendukung penuh setiap inovasi kecerdasan buatan di Negeri Tirai Bambu yang salah satunya mendukung teknologi pengenalan wajah.

Ilusrasi Teknologi Face Recognition (Sumber: arenalte.com)
Ilusrasi Teknologi Face Recognition (Sumber: arenalte.com)
Beijing Park diketahui telah mengikuti regulasi otoritas China dalam menerapkan teknologi pengenalan wajah di sektor pariwisata. Lebih Tepatnya mengidentifikasi para wisatawan yang berperilaku buruk selama berada di lokasi wisata.

Sejak 2017 Temple of Heaven yang berlokasi di Beijing juga telah memasang teknologi tersebut di toilet sekitar taman kuil dalam mengurangi kasus pencurian tisu toilet. Pemasangan di dua lokasi ini diharapkan dapat menurunkan angka turis nakal.

Kepolisian China pernah berhasil mengungkap pelaku kejahatan di tengah kerumunan 50 ribu orang saat menghadiri konser musik berkat bantuan teknologi pengenalan wajah.

Perusahaan swasta juga menerapkan hal serupa. Salah satu penyedia jasa transportasi online, yaitu Grab kini melalui fitur Passenger Selfie Verification mewajibkan penumpang melakukan verifikasi wajah dengan cara selfie.

Verifikasi ditujukan untuk pelanggan baru sebagai bentuk identifikasi sebelum memesan transportasi untuk pertama kalinya. Inovasi berupa teknologi verifikasi wajah bertujuan meningkatkan perlindungan baik penumpang maupun pengemudi.

Foto selfie kemudian akan disimpan dan hanya digunakan untuk keperluan verifikasi oleh pihak Grab. Foto juga tidak akan diserahkan kepada pengemudi dan tidak akan muncul sebagai foto profil pengguna pada aplikasi ini.

Tak mau ketinggalan, Olimpiade Tokyo yang akan diselenggaran pada 2020 mendatang juga akan menggunakan teknologi face recognition dalam skala besar. Teknologi tersebut diperkirakan mampu menangani sebanyak 400 ribu orang.

Hal ini diharapkan mampu mengurangi masalah kartu ID palsu maupun yang hilang. Dan juga mempercepat akses keluar masuk baik atlet, petugas, dan media ke berbagai lokasi selama Olimpiade berlangsung.

Namun, ada beberapa otoritas yang mulai mencabut izin penerapan teknologi face recognition karena alasan tertentu. Salah satunya yakni San Fransisco.

San Fransisco yang berada di Amerika Serikat melarang penggunaan teknologi face recognition kepada warga sipil. Silicon Valley yang dikenal sebagai lokasi perusahaan teknologi dunia seperti Google dan Facebook bermarkas di San Fransisco.

Ewa Nowak yang berprofesi sebagai seorang desainer, dikutip melalui Ubergizmo bahwa dirinya berhasil merancang perhiasaan dimana pada saat digunakan mampu menghalangi teknologi pengenalan wajah itu.

Perhiasan tersebut dibagi menjadi tiga bagian. Dua bagian pertama yaitu berbentuk dua lingkaran masing-masing berwarna kuning yang ditaruh pada tulang pipi.

Selanjutnya, kedua lingkaran ini disambungkan dengan sejenis tali yang tersambung dengan bentuk persegi panjang yang ditaruh di bagian dahi.

Desain yang terbilang unik diklaim mampu menjaga privasi seseorang sehingga dapat menangkal ataupun mengelabui penggunaan sistem face recognition yang marak digunakan oleh beberapa negara di dunia.

Penerapan teknologi face recognition menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Jika tidak diterapkan berpotensi semakin membahayakan keselamatan masyarakat dan upaya mengurangi kejahatan juga terhambat.

Kemampuan dalam teknologi tersebut mampu melakukan analisis kerumunan dan membantu penyelidikan tingkat lanjut apabila terjadi insiden teror.

Sebaliknya, ada anggapan penerapan teknologi ini mengancam privasi dan kebebasan berpendapat masyarakat sipil. Demokrasi akan tertekan dibawah pengawasan teknologi tinggi.

Penerapan teknologi yang bertujuan meningkatkan keamanan di lingkungan masyarakat perlu dilakukan, akan tetapi terus mengedepankan privasi dan keamanan data menjadi prioritas dalam proyek ini.

Bogor, 22 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun