Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Dihujani Komentar Negatif, Akankah Google Terus Eksis?

20 Juli 2019   14:46 Diperbarui: 20 Juli 2019   14:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Upaya Google dalam menjadi pusat data global dalam menyimpan seluruh informasi kerap menemui tantangan. Namun, hal ini bukanlah penghalang bagi Google untuk terus berinovasi dalam era digitalisasi.

Laporan Net Market Share pada April 2018 menyebutkan Google berada di posisi puncak sebagai mesin pencarian di Internet. Sebesar 72,87 persen pencarian didukung oleh Google, sementara Bing berada di posisi kedua sebesar 7,70 persen.

Yang terbaru, Google dituding memiliki hubungan dekat dengan otoritas China. Perusahaan asal California ini memang sedang memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan otoritas Amerika Serikat.

Dikutip Axios, Peter Thiel sang pendiri PayPal sekaligus anggota direksi Facebook menyatakan bahwa perusahaan Google telah disusupi intelijen asing dalam hal ini China.

Dirinya pun telah meminta kepada pihak keamanan Amerika Serikat untuk menyelidiki relasi yang dibangun antara Google dan sektor militer Negeri Tirai Bambu.

Keterlibatan China diperkuat dengan keputusan Google yang memilih tidak melanjutkan kontrak kerja sama dengan militer Paman Sam pada 2018 silam.

Perusahaan teknologi ini menolak pembaruan kontrak kerja sama dengan Departemen Pertahanan AS dalam mengembangkan artificial Intelligence (AI) yang digunakan untuk teknologi drone karena masalah etika.

Google nyatanya juga mengalami tekanan di Rusia. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir Rusia berupaya memperketat aturan sensor dengan mengharuskan perusahaan teknologi menghapus sejumlah konten dari hasil pencarian di internet.

Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi ancaman keamanan data pengguna yang masuk ke server perusahaan. Perusahaan teknologi dilarang menampilkan topik tentang pornografi, narkotika, anak, dan bunuh diri.

Dilansir dari Reuters, otoritas Rusia melalui Roskomnadzor yang berfungsi sebagai pengawas komunikasi di Rusia telah menjatuhkan denda kepada Google sebesar 154 juta rupiah.

Walaupun nilainya bagi perusahaan sekelas Google itu kecil, perusahaan tersebut didenda lantaran gagal menyaring hasil pencarian yang menampilkan informasi secara ilegal sehinga tidak memenuhi persyaratan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun