Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Pesan Sutopo demi Industri Pariwisata Indonesia

9 Juli 2019   10:46 Diperbarui: 14 Juli 2019   07:41 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia patut berbangga dengan segala potensi terutama kekayaan alam dan budaya yang dimiliki. Beberapa waktu lalu, salah satu objek wisata dalam negeri diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia.

Petambangan Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, diakui sebagai warisan dunia kategori budaya oleh UNESCO pada tahun ini. Pengakuan tersebut sangat berperan dalam meningkatkan jumlah wisatawan yang akan berkunjung.

Lokasi itu terdapat keunikan dengan adanya pertukaran informasi dan teknologi lokal dengan teknologi Eropa berkaitan dengan eksploitasi batubara pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di dunia terutama di Asia Tenggara.

Ombilin menjadi warisan budaya dunia kelima di Indonesia setelah Candi Borobudur pada 1991, Candi Prambanan pada 1991, Situs Sangiran pada 1996, dan sistem Subak di Bali pada 2012.

Meski demikian, ada satu aspek yang sepertinya kurang menjadi perhatian baik oleh pemerintah maupun masyarakat Indonesia. Keamanan lokasi wisata dari dampak bencana yang mungkin timbul sewaktu-waktu.


Kepergian Pak Sutopo

Indonesia telah kehilangan seorang anak bangsa yang sangat berperan aktif dalam menyampaikan perkembangan informasi ter-update mengenai bencana yang sedang berlangsung.

Beliau masih meluangkan waktu untuk berbagi informasi melalui media sosial hingga melakukan jumpa pers hanya untuk memaparkan perkembangan situasi penanggulangan bencana meski sedang menjalani perawatan medis.

Kepergian beliau tidak hanya dirasakan di dalam negeri, beberapa media asing seperti New York Times dan Straits Times juga menyatakan telah kehilangan sosok beliau yang tak kenal waktu menginformasikan setiap perkembangan bencana.

Akan tetapi, perilaku dan pesan yang beliau sampaikan tidak akan hilang begitu saja. Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB mampu menunaikan kewajibannya dengan maksimal.

Sutopo sangat menyoroti mitigasi bencana di kawasan wisata seluruh Indonesia yang dinilai masih jauh dari kata aman. Setiap pengelola wisata mestinya memahami betul peta bencana yang bakal terjadi di kawasan tersebut.

Jumlah korban terutama di kawasan wisata rawan bencana dapat diminimalisir apabila menerapkan mitigasi bencana sesuai dengan prosedur dan standar yang berlaku.

Contohnya kawasan wisata di pesisir perlu dilengkapi sirine berbasis komunitas yakni Indonesia Tsunami Early Warning (Ina-TEWS) untuk memantau keadaan di sekitar pantai apabila tiba-tiba terjadi bencana alam.

Biaya pembuatan serta perawatan sirine ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Selain itu, Indonesia yang memiliki banyak pantai juga memerlukan sirine yang mencukupi baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Industri pariwisata berpeluang menjadi penghasil devisa tertinggi bagi Indonesia. Perkembangan pariwisata akan mendorong sektor ekonomi lainnya seperti transportasi, hotel, restoran, maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Selain menggelontorkan dana yang besar dalam mengembangkan potensi pariwisata, langkah preventif terhadap penanggulangan bencana juga dibutuhkan. Mengingat Indonesia merupakan negeri seribu bencana.

UNESCO telah mengimbau kepada seluruh anggotanya agar terus menjaga warisan dunia yang telah ditetapkan. Jika tidak, status warisan dunia yang disandang akan dicabut karena tidak memenuhi standar.

Kerugian besar akan dialami jika hal ini terjadi di Indonesia. Pencabutan status dikarenakan lokasi wisata yang rusak akibat bencana alam atau perilaku oknum tak bertanggung jawab harus dihindari.

Mungkin bisa dibayangkan apabila di suatu titik sedang berkumpul banyak wisatawan yang berkunjung dan secara tak terduga terjadi bencana.

Dampak bencana yang dirasakan bukan hanya kerusakan infrastruktur pariwisata, tetapi juga jatuhnya korban jiwa. Pada dasarnya, tujuan mitigasi bencana adalah untuk meminimalisir korban jiwa pasca bencana.

Dengan masifnya peningkatan industri pariwisata Indonesia, semoga disertai dengan meningkatnya mitigasi bencana dalam rangka mengurangi risiko yang ditimbulkan.

Bogor, 9 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun