Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) rencananya akan digunakan pemerintah DKI pertama kali di Indonesia dalam mengatasi polusi udara yang semakin meningkat.
Hujan buatan lazim digunakan saat terjadi bencana kebakaran lahan dan mengurangi kabut asap sebagai dampak kebakaran yang terjadi.
Selain itu, hujan buatan juga dilakukan terhadap daerah yang mengalami bencana kekeringan. Daerah Sumatera dan Kalimantan kerap menggunakan teknologi hujan buatan.
China, India, dan Thailand adalah contoh negara yang telah menerapkan teknologi modifikasi cuaca dalam meminimalisir dampak polusi udara.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan DKI Jakarta mengatakan penyumbang polusi udara 75 persen terbesar berasal dari transportasi dan sisanya disebabkan oleh aktivitas industri di perkotaan.
Rencananya hujan buatan akan dilakukan minggu depan sebelum para pelajar yang duduk di bangku sekolah kembali menjalani rutinitas sehari-hari. Dampak polusi udara yang ditimbulkan akan mengancam kesehatan masyarakat.
Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan bahwa hujan buatan merupakan salah satu solusi jangka pendek dalam mengurangi polusi udara.
Yang perlu menjadi pertimbangan terlebih dahulu yakni memerhatikan kandungan yang terdapat dalam polusi udara. Polutan yang mengandung zat berbahaya dengan logam berat akan semakin berbahaya apabila turun bersama hujan.
Dibutuhkan langkah konkret dalam mengendalikan sumber polutan agar tidak berbahaya bagi lingkungan. Seperti meningkatkan pengawasan terhadap industri agar tidak membuang gas berbahaya dan logam berat di lingkungan masyarakat.
Regulasi dan aturan yang mengikat harus diberlakukan. Baik individu maupun instansi yang melanggar harus dikenai sanksi sesuai dengan ketetapan yang berlaku.
Hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi oknum yang tidak bertanggung jawab. Selain payung hukum yang perlu diperbaiki, langkah preventif perlu dilakukan pula.