Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Peretas Incar WiFi dan Sektor Pendidikan

21 Juni 2019   11:36 Diperbarui: 21 Juni 2019   12:05 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Koneksi internet yang cepat dan tidak mengeluarkan uang alias gratis menjadi alasan mengapa warganet memilih menggunakan jaringan WiFi daripada jaringan internet pribadi.

Namun, jaringan internet yang disediakan untuk umum nyatanya lebih rentan terhadap serangan siber walaupun dengan semua keunggulan yang ditawarkan.

Data Dimension Indonesia menyatakan sekitar 20 persen serangan siber yang menimpa Asia Pasifik berasal dari server Amerika Serikat.

Meski demikian, bukan berarti para peretas tersebut adalah warga AS. Selain server AS, para peretas juga menggunakan server China.

Laporan Dimension Data menyatakan Jepang berada di posisi ketiga, Thailand di posisi keempat, dan Belanda berada di posisi kelima sebagai negara penyedia server dalam serangan siber yang terjadi di Asia Pasifik.

Alasan mengapa server AS kerap digunakan dalam serangan siber lantaran banyaknya sumber daya berupa penyedia data center, memiliki kecepatan internet di atas rata-rata, serta kabel fiber optik yang memadai.

Jika dilihat dari sisi perusahaan sebagai penyedia jaringan internet, riset Kaspersky Lab mengungkapkan tidak semua perusahaan menggunakan kata sandi yang kompleks untuk jaringan nirkabel yang dimiliki.

Kata sandi yang rumit membutuhkan waktu panjang dibandingkan kata sandi yang sederhana sehingga mampu diretas dalam beberapa detik saja.

Sebagai langkah preventif terhadap serangan siber, beberapa perusahaan sudah memberlakukan jaringan WiFi yang berbeda antara karyawan dan tamu. Hal ini untuk mencegah para tamu mengakses jaringan privasi infrastruktur perusahaan.

Selain itu, terdapat potensi ancaman lainnya yang mampu merugikan perusahaan dari segi keamanan siber.

Kaspersky Lab  juga mengungkapkan bahwa sebanyak 33 persen mantan pegawai suatu perusahaan masih memiliki akses terhadap data perusahaan.

Dengan demikian tidak menutup kemungkinan bahwa data tersebut akan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi sehingga merugikan data milik perusahaan.

Risiko tersebut lantaran pegawai yang tidak lagi berstatus sebagai pegawai aktif ini tidak terputus dari layanan internet, aplikasi pesan instan, dan dokumen Google yang terhubung dengan perusahaan.

Berdasarkan laporan Intelijen Ancaman Siber Global 2019 Dimension Data, sektor finansial dan teknologi masih menjadi sasaran utama para peretas dalam melakukan berbagai serangan siber.

Sasaran kepada sektor finansial sebesar 17 persen dan sektor teknologi sebesar 16 persen. Di posisi ketiga ditempati sektor pendidikan sebesar 14 persen sebagai sasaran serangan siber.

Sektor pendidikan terutama di Indonesia tidak luput dari serangan siber. Dimension Data Indonesia menyebutkan bahwa trend para peretas kini lebih menargetkan kepada sektor pendidikan dalam melakukan aksinya.

Pesatnya belajar dan mengajar dengan metode pembelajaran eletronik serta didukung perkembangan teknologi yang semakin berkembang menyebabkan sektor pendidikan menjadi lahan baru bagi para peretas.

Akan tetapi, sejumlah lembaga pendidikan di Indonesia belum menyadari penuh terhadap fenomena serangan siber saat ini. Serangan yang dilakukan peretas kerap mencuri username dan password pengguna internet.

Sebagai institusi untuk mencerdaskan bangsa, lembaga pendidikan yang sudah menerapkan teknologi dalam setiap aktivitas harus semakin menyadari akan bahaya serangan siber.

Justru apabila lembaga pendidikan berhasil diretas akan menimbulkan kerugian yang besar bagi kemajuan bangsa.

Contohnya seperti hasil penelitian dan pengembangan yang masih dalam tahap pengerjaan malah diketahui oleh pihak asing. Terlebih lagi penelitian tersebut bersifat sensitif sehingga apabila disampaikan di muka umum harus benar-benar valid.

Atau lembaga pendidikan ini membagikan informasi yang keliru akibat telah diretas oleh pelaku sehingga masyarakat umum yang menerima informasi ini terjerumus dalam kesesatan.

Sudah saatnya di setiap lembaga pemerintahan Indonesia tidak hanya lembaga pendidikan memerhatikan keamanan siber.

Sebab negara-negara maju memanfaatkan teknologi di era digitalisasi semaksimal mungkin hingga melakukan serangan ke negara lain melalui jaringan internet.

Meningkatkan keamanan siber baik individu maupun instansi diharapkan mampu membuat Indonesia bersaing dalam arus globalisasi di setiap aspek kehidupan.

Bogor, 21 Juni 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun