Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Kolaborasi AI dan Photoshop dalam Menghadapi Hoaks

19 Juni 2019   10:15 Diperbarui: 19 Juni 2019   14:39 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: photoeditingindia.com

Konten hoaks atau informasi bohong kerap dijumpai pada konten gambar dan video. Maka tidak heran bahwa beberapa waktu lalu pemerintah memutuskan untuk membatasi pertukaran informasi berupa konten gambar dan video di media sosial.

Beredarnya konten hoaks diawali dengan gambar maupun video murni tanpa ada perubahan sekecil apapun. Agar konten tersebut yang semula biasa-biasa saja, para penyebar hoaks kerap mengedit gambar maupun video agar terlihat menarik.

Kecanggihan teknologi di era modernisasi menimbulkan suatu fenomena dengan mengubah konten biasa menjadi luar biasa. Kini, mengedit konten digital bukanlah suatu hal sulit bagi beberapa pihak.

Akan tetapi, kemampuan dan fasilitas yang disediakan kerap dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau golongan dengan mengorbankan kepentingan hingga merugikan banyak pihak.

Perkembangan kecerdasan buatan semakin mempermudah dalam mengedit foto dengan tujuan tertentu. Disamping sangat membantu, penggunaan berbagai aplikasi editing justru semakin meningkatkan peredaran konten gambar hoaks.

Pemanfaatan artificial intelligent (AI) dalam mengenal foto editan disebut akan jauh lebih efektif daripada indera penglihatan manusia yang hanya mampu mengenali 59 persen. Dengan teknologi tersebut mampu mengenali hingga 99 persen.

Aplikasi Photoshop sering dimanfaatkan dalam editing gambar secara digital. Namun, Photoshop kerap disalahgunakan dengan mengedit gambar dengan tujuan menyebarkan informasi yang keliru atau konten hoaks.

Menanggapi hal itu, informasi terbaru menyebutkan bahwa aplikasi Photoshop akan dilengkapi fitur berupa mengenali hasil foto wajah yang diedit.

Adobe telah berkolaborasi dengan para peneliti di UC Berkeley dalam riset untuk mengembangkan AI atau kecerdasan buatan yang digunakan untuk mengenali wajah hasil editing dengan aplikasi Photoshop.

Kerjasama yang dilakukan Adobe sebagai respon karena maraknya pemotretan model yang terlalu berlebihan dan manipulasi foto yang semakin merugikan banyak pihak.

Fitur Face Aware Liquify di Photoshop kelak digunakan dalam mengidentifikasi foto hasil editing. Dalam riset tersebut, para peneliti menggunakan Convolutional Neural Network (CNN).

CNN terlebih dahulu melakukan pembelajaran deep learning agar dapat mengenali perubahan wajah terhadap foto yang dimanipulasi. Dan juga melakukan input ribuan gambar yang beredar di internet.

Fitur Face Aware Liquify juga dapat mengidentifikasi area spesifik seperti mendeteksi pembengkokan pada wajah. Serta mampu mengembalikan gambar editan ke tampilan sebelum diubah.

Proyek riset ini diharapkan mampu mengenali wajah yang dimanipulasi. Para peneliti telah melakukan pelatihan berupa ribuan foto yang diambil secara acak melalui internet.

Adobe sebelumnya telah mengembangkan fitur yang berfokus untuk mendeteksi manipulasi gambar menggunakan metode kloning. Namun, pendeteksian gambar kali ini lebih fokus dalam penyesuaian ekspresi wajah.

Adobe juga berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi yang mutakhir dengan memanfaatkan AI dalam meningkatkan kepercayaan dan kebenaran informasi di media digital.

Era digitalisasi memaksa manusia untuk terus mewaspadai dan berhati-hati dalam menerima informasi. Terutama dengan maraknya konten hoaks yang beredar di dunia maya.

Warganet juga mampu berperan aktif dalam menghadapi konten gambar hoaks tanpa bantuan aplikasi Photoshop. Yang pertama, mencari tahu alamat gambar yang diterima apakah dari sumber terpercaya atau malah sebaliknya.

Kedua, memerhatikan isi judul maupun konten yang dimuat dalam gambar tersebut. Apabila judul dan isi konten ternyata provokatif, maka gambar itu perlu dipertanyakan.

Dan ketiga, memastikan keaslian gambar dan video yang telah diterima. Dapat dilakukan dengan mengamati bagian-bagian konten yang 'aneh' atau mencari gambar atau video yang serupa untuk dibandingkan.

Kemajuan teknologi memang sangat membantu kehidupan manusia dalam menghadapi peredaran konten hoaks. Yang lebih utama adalah dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam mewaspadai konten ini.

Bogor, 19 Juni 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun