Mohon tunggu...
Naufal Alfarras
Naufal Alfarras Mohon Tunggu... Freelancer - leiden is lijden

Blogger. Jurnalis. Penulis. Pesilat. Upaya dalam menghadapi dinamika global di era digitalisasi serta membawa perubahan melalui tulisan. Jika kau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka menulislah. "Dinamika Global dalam Menghadapi Era Digitalisasi" Ig: @naufallfarras

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Lagi, Elite Politik Penyebar Hoax Diamankan

27 Mei 2019   14:53 Diperbarui: 27 Mei 2019   14:56 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: majalahkartini.co.id

Polri kembali berhasil mengamankan pelaku penyebar konten hoax pada Minggu dini hari kemaren. Mustofa Nahrawardaya ditangkap di rumahnya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan. Kini dirinya secara resmi ditahan selama 20 hari ke depan terhitung mulai hari ini terkait kasus dugaan pelanggaran Undang -- Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Setelah beberapa kali menyangkal ketika diperiksa akhirnya yang bersangkutan mengakui perbuatannya dalam menyebarkan foto, video, dan narasi hoax melalui akun Twitter pribadi.

Kronologis Kejadian Penyebaran Hoax

Peristiwa yang diunggah melalui akun Twitter oleh Mustofa berupa pengeroyokan yang mengakibatkan seorang anak bernama Harun (15 tahun) meninggal dunia dalam Aksi 22 Mei. Pengeroyokan terjadi di Masjid Al -- Huda, Kampung Bali, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Gambar yang diunggah oleh Mustofa diklaim peristiwa yang telah terjadi di Thailand. Kepolisian juga mengklarifikasi bahwa pria yang terdapat di gambar bukanlah Harun, melainkan Andri Bibir. Setelah dikonfirmasi, yang bersangkutan ternyata masih hidup.

Sebelum ditahan, pengacara Mustofa sempat menyatakan bahwa akun pribadi milik kliennya telah diretas oleh seseorang. Namun, setelah dilakukan forensik digital membuktikan bahwa akun tersebut tidak diretas melainkan Mustofa sendiri sebagai pelaku. Timbul penggiringan opini di masyarakat dengan memicu kegaduhan pada Aksi 22 Mei silam.

Berdasarkan pernyataan sang istri, Cathy menyebutkan bahwa suaminya bukan pembuat konten dan 'hanya' menyebarkan sebuah konten yang diterima melalui aplikasi WhatsApp.

Dan sebagai akibat perbuatannya, Mustofa terancam hukuman pidana penjara maksimal selama enam tahun dan denda maksimal sejumlah satu miliar rupiah.

Elite Politik Kurang Memberi Contoh Baik

Kasus penyebaran konten hoax kembali terjadi. Yang disayangkan adalah bahwa pelaku yang ditangkap kali ini merupakan seorang elite politik. Seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan terpandang dan merupakan salah satu calon wakil rakyat.

Akan timbul pertanyaan besar di benar masyarakat jikalau yang bersangkutan ternyata tidak menjalani prosedur hukum yang ada dan tetap yakin untuk terus maju sebagai wakil rakyat. Apabila wakilnya saja masih belum bisa memberi contoh yang baik, bagaimana masyarakat Indonesia akan menjadi lebih baik?

Seharusnya para elite politik di Indonesia menyadari betul dampak dan resiko yang ditimbulkan dari penyebaran terhadap konten hoax. Tujuan utamanya adalah untuk memecah belah rasa persatuan dan kesatuan bangsa ini.

Jabatan yang diperoleh dengan cara yang salah, maka ketika jabatan itu diemban tidak akan mampu memberikan karya terbaik dalam menyejahterakan rakyatnya. Malah dikhawatirkan membawa bangsa Indonesia terjerumus ke dalam jurang kebodohan.

Ada dua poin yang ingin penulis sampaikan kali ini. Yang pertama, berdasarkan pembelaan yang diutarakan oleh pengacara Mustofa, bahwa akun milik kliennya kerap diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Setelah diselidiki lebih lanjut, ternyata tidak ada keterlibatan dari pihak luar melainkan diri sendiri. Setelah menyadari bahwa akun milik pribadinya beberapa kali diretas, seharusnya yang bersangkutan memilih untuk memperbaiki sistem keamanan data pribadi agar tidak mudah diretas.

Disini penulis melihat adanya unsur kelalaian yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Sebagai elite politik, alangkah lebih baik apabila dirinya sesegera mungkin memperbaiki ataupun meningkatkan sistem keamanan data pribadi. Apabila masih belum menemui titik terang, dapat langsung bertanya kepada pakar sistem keamanan data.

Yang kedua, pernyataan yang disampaikan oleh sang istri, bahwa konten yang diunggah oleh Mustofa merupakan pesan yang diterima melalui WhatsApp dan suaminya 'hanya' meneruskan hal itu dari orang lain.

Terlepas benar atau tidak pernyataan yang disampaikan tersebut, menunjukkan kemampuan literasi salah satu elite politik masih memprihatinkan. Ada rasa dan keinginan untuk menjadi yang 'pertama' dalam menyebarkan informasi baru terlebih konten tersebut bersifat provokatif.

Perlu Pembenahan Dan Peningkatan Literasi

Modal penting yang perlu dipersiapkan sebagai calon publik figur adalah memberi contoh dan jadikan diri sendiri sebagai contoh. Kita mengharapkan Indonesia dipimpin oleh para pimpinan yang mampu membawa Indonesia menuju perubahan yang lebih baik.

Apa yang dilakukan Mustofa secara tidak langsung mencoreng nama baik elite politik yang sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan contoh prilaku baik kepada masyarakat umum.

Dimulai dengan memperbaiki kepedulian terhadap menerima informasi baru terlebih lagi di media sosial harus benar -- benar ditingkatkan. Apa yang telah diperbuat oleh Mustofa menunjukkan sikap yang kurang terpuji sebagai calon wakil rakyat.

Aplikasi WhatsApp kembali menjadi sebagai salah satu wadah penyedia konten hoax di Indonesia. Penulis sendiri juga menyadari bahwa plattform ini kerap dimanfaatkan oleh beberapa oknum untuk menyebarkan konten hoax dan bersifat provokatif. Walaupun pihak WhatsApp telah membatasi fitur Forward maksimal sebanyak lima kali ternyata dinilai masih belum efektif.

Tujuannya adalah untuk menggiring opini di masyarakat dan menciptakan kegaduhan. Terdapat kepentingan yang berusaha untuk merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia hanya untuk segelintir golongan.

Tidak mengherankan jika masyarakat Indonesia yang kerap mempercayai keberadaan konten hoax tanpa memastikan kebenaran fakta peristiwa. Nyatanya saja masih ditemukan golongan yang memiliki pendidikan terpandang masih dengan mudah mempercayai konten hoax.

Maka dari itu, penulis mengajak kepada seluruh masyarakat Indonesia agar terus mewaspadai setiap konten hoax yang provokatif. Keberlangsungan hidup di negeri ini dipegang oleh warga negara yang kuat dan kokoh sehingga tidak mudah untuk dipecah belah.

Bogor, 27 Mei 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun