Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Sekitaran Dunia

25 Februari 2022   20:07 Diperbarui: 25 Februari 2022   20:17 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sekitaran dunia ini aku berjalan tanpa arah. Berharap seseorang akan memanggil namaku, tersenyum kepadaku dan menepuk bahuku ketika aku sedang terasing. Aku melihat kembali ke arah kaca tipis yang ada di depanku. Sebuah kafe penuh dengan tawa canda di dalamnya. Terlihat keluarga tertawa begitu bahagia, saling menyuap satu sama lain ataupun saling menggoda atas apa yang terjadi hari ini. Dan aku hanya bisa melihat bayang-bayang itu di balik kaca tipis ini, tanpa berani untuk masuk mengusiknya.

Di sekitaran dunia ini aku kembali menata mataku. Menjaga agar ia tidak lagi melihat hal yang seharusnya kulihat. Aku tidak seharusnya melihat kebahagiaan di dunia ini, karena itu hanya akan membuatku menangis karena tidak bisa memiliki apa yang orang lain miliki. Bukan, iya bukan. Aku sudah menyadari bahwa kebahagian bukanlah kata yang tepat untukku.

Aku berjalan

berjalan

berjalan, dan tak ada yang mengenalku.

Aku berlari,

berlari

berlari dan tak ada yang menghentikanku.

Tak ada sapa, hanya sebuah tatapan yang seolah mengatakan ada apa dengan orang ini. Apakah ia sudah gila? Apakah ia sedang terluka? Apa ia memiliki keluarga? Untuk apa ia hidup jika ia terus berjalan dan berlari tanpa arah?

Aku kembali menenangkan diri. Tak apa sendiri. Tak apa sepi, karena sebentar lagi kamu akan mati. Meski jauh di dalam hati, aku tak bisa membohongi diri bahwa aku ingin menemukan kebahagiaan seperti orang-orang lainnya. Tapi dalam hati yang sama, aku mengatakan aku tidak pantas untuk bahagia. Sebuah pertempuran pikiran yang tak ada hentinya.

Aku hanya ingin berjalan malam ini.

Mendengarkan musik di telingaku, menangis diam-diam dalam hati.

Sambil berharap di sekitaran dunia ini, akan ada yang menyapaku. Menepuk bahuku dan mengajariku cara melihat dunia dengan benar. Sehingga aku tidak takut lagi untuk bahagia... sehingga aku tidak lagi sedih ketika melihat orang lagi bahagia.

Ya... di sekitaran dunia ini aku yakin ada..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun