Mohon tunggu...
Syahdan Adhyasta
Syahdan Adhyasta Mohon Tunggu... Administrasi - Profil

Hidup ini bagaikan sebuah lautan, dan kitalah nelayan yang sedang mengarunginya.. Sejauh apapun kita melaut, pasti akan ada masa dimana kita harus kembali ke daratan tempat kita berasal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mencair bersama Musim Semi (Part 1 of 2)

1 Mei 2019   21:00 Diperbarui: 1 Mei 2019   21:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah sejak kapan aku bisa melihat sosok itu. 

Sesosok putih dengan rambut hitam panjang, mengenakan kimono berwarna biru muda bermotif sakura. Aku semula mengira ia adalah wanita biasa. Namun ternyata ia berbeda, karena hanya aku saja yang bisa melihat sosoknya. Awal pertemuan kami, adalah saat turunnya salju pertama yang pernah kualami dalam hidupku. 

Kala itu adalah tahun pertama bagiku untuk mengenyam pendidikan di negeri orang. Tak banyak alasan mengapa aku memilih negara ini sebagai destinasi untuk belajar. Saat ditanya oleh pihak pemberi beasiswa, aku mengatakan sejujurnya tentang keinginanku untuk melihat negara Jepang sudah ada sejak masih sangat muda. Komik dan lagu-lagu jepang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam hidupku.

Aku menyewa sebuah flat kecil yang tidak terlalu luas, namun nyaman. Jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat kota dan harganya pun bisa ter-cover dari biaya hidup yang diberikan oleh pihak pemberi beasiswa. 

Sungguh beruntung aku bisa mendapatkan info tentang flat ini. Sebenarnya flat ini merupakan flat yang dihuni oleh penerima beasiswa sebelumnya. Beruntung sekali, aku bisa mendapatkan nomor kontaknya dan ia menawarkan untuk menggantikannya menghuni flat sederhana ini.

Bangunan gedung tempat tinggalku ini terdiri atas 3 lantai, dan di tiap-tiap lantai terdiri atas 8 flat yang berjajar. Flatku berada di lantai 2, di bagian tengah. Di depan flat, terdapat sebuah taman kecil yang ditumbuhi oleh bunga Galanthus atau dalam bahasa Jepangnya dikenal sebagai Sunodoroppu alias Bunga Tetes Salju. Bunga Galanthus ini adalah tanaman yang sangat unik. Ia adalah bunga yang akan mekar di penghujung musim salju. Ketika salju mulai meleleh, dan suhu udara mulai menghangat, kelopak-kelopak bunga Galanthus yang berwarna putih akan mulai bermekaran. SUngguh pemandangan yang indah dan menenangkan hati jika kau dapat melihatnya.

Salju pertama yang kualami di negara ini adalah dua tahun lalu di Bulan Desember. Hanya beberapa hari saja sebelum natal tiba. Aku yang kala itu belum pernah mengalami musim salju, membeli banyak peralatan dan pakaian hangat. Kita akan dapat dengan mudah mendapati toko-toko di sepanjang jalanan kota menjajakan sweater dan syal hangat, sejak bulan November. 

Aku sengaja mencari pakaian yang sedang di diskon, dan untungnya dengan modal 10.000 Yen saja aku bisa mendapatkan 2 winter coat, 3 sweater dan 2 sarung tangan tebal yang kualitasnya sudah cukup untuk menghadapi musim dingin ini. Setidaknya cukup untuk sekedar berangkat ke kampus, yang membutuhkan waktu setengah jam dari sini dengan menaiki bus.

Senja itu, aku dengan penuh harap menunggu di depan balkon flatku. Aku ingat betul, pagi itu aku bersorak riang ketika sang pembawa acara berita mengatakan bahwa kemungkinan besar salju akan turun sore ini. Dan disinilah aku, bersandar pada pagar besi menghadap arah taman, menunggu pemandangan salju untuk pertama kalinya. 

Hingga... bulir salju  mulai muncul dengan ajaibnya dari atap langit, jatuh tepat di atas hidungku. Dan bersamaan dengan itu pula aku melihat sosok gadis kimono berambut hitam panjang itu. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena ia menggunakan payung kuno jepang dari kertas berwarna putih. Aku hanya bisa melihat rambut hitamnya tergerai indah melintasi punggungnya, kimono biru muda dengan kain merah sebagai sabuknya. Hingga aku merasa puas melihat saju dan memutuskan untuk masuk ke dalam flatku, gadis itu masih saja terpaku di taman itu. 

Tidak bergerak sedikitpun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun