Seperti tiupan angin yang tenang di sore hari, menggoyangkan pepohonan dengan lemah gemulainya.
Seperti mentari yang mulai menghilang di pucuk awan, dan meninggalkan remang sisa pancarannya
Seperti lampu-lampu jalan yang mulai menerang, beriringan berpijar mendekap bayangan.
Seperti sungai yang mulai bergemericik melantunkan kesunyian di setiap aliran yang di bawanya.
Aku terhanyut pada buaian akan sesuatu yang tidak kupahami.Â
Menahan diri atas semua yang kuinginkan.Â
Mencoba menggali sendi-sendi pasir dengan kedua belah tanganku
Lantas mengubur diriku yang mati di dalamnya.
Aku menemukan kembali malam di dalam siang
Dan menjumpainya lagi seusai petang
Malam di dalam siang
Malam di dalam malam
Malam yang dalam-dalam
Aku menangisi kisah-kisah cinta yang tak nyata
Aku menangisi lagu-lagu yang berujung duka
hanya untuk mengingatkan
bahwa masih banyak air mata yang kumiliki
bahkan lautan pun dapat kupenuhi
Aku menemukan kembali duka di dalam suka
Dan menjumpainya kembali di balik lara
Duka di dalam suka
Duka di dalam duka
Duka yang teramat sangat luka
Hanya saja aku tak mampu menjerit dan menggoreskan pada tubuhku
Agar semua orang bisa melihatnya
Hanya saja aku tak mampu mengakhirinya
Karena semua orang hanya berkata
Itu hanya ilusimu saja
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H