Mohon tunggu...
Al Fiqh
Al Fiqh Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak Bangsa

Manusia alam, pembaca, penulis artikel dan puisi. Hanya sekedar gemar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

17 Agustus: Mengembalikan Kemerdekaan Pendidikan

2 Agustus 2024   21:28 Diperbarui: 2 Agustus 2024   21:30 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/e3T1iCAEa2ovajoZ9

Kasus seorang ---baca: lebih--- anak yang masih belum dapat membaca hingga SMP mungkinkan hanya kasus sederhana bagi pendidikan kita? Ataukah ini menunjukkan secara positif, tugas pendidikan tidak hanya ada pada guru, melainkan orang tua? Tapi bukankah orang tua memenuhi kepercayaannya kepada seorang pendidik?

Pada posisi "IYA", kasus itu memang benar-benar terjadi di beberapa tempat, katakanlah bahwa tempat-tempat tertentu yang memiliki kasus tersebut ---desa mungkin---. Dan lembaga pendidikan yang kekurangan tenaga pendidik sehingga harus merangkul beberapa kelas untuk mengusi kekosongan tersebut.

Namun "TIDAK", tidak ada pendidikan yang ingin menjadikan generasinya kehilangan masa depan atau melewatkan belajarnya karena tidak dapat membaca. Pun kebijakan yang dibangun tidak untuk menjadikan pendidik merasa lebih terbebani oleh hal lain yang mengakibatkan terhambatnya jam belajar.

"IYA", banyaknya kegiatan atau tugas absensi dan katakanlah jurnal kegiatan yang perlu diselesaikan, tiap hari, bulan, semester, dan tahun. Belum lagi jurnal tertulis di kelas apakah memungkinkan, pendidik memanfaatkan waktu mengajarnya secara efektif? Belum lagi dihadapkan dengan berbagai kegiatan lain berkaitan dengan fasilitas yang perlu di penuhi.

Sayangnya "TIDAK", bahwa hal itu memungkinkan absensi dan jurnal kegiatan dilakukan untuk menghindari diri dari kelalaian pendidik dalam melaksanakan kewajibannya. Dan memungkinkan pula hal itu bermaksud untuk menjadikan guru memiliki tanggungjawab penuh dalam ketercapaian pendidikan.

Dan "IYA", mungkinkah hanya berpusat pada guru yang harus melaksanakan tanggungjawab penuh? Bagaimana dengan pemangku Kebijakan yang tidak diketahui tujuannya kemudian memberikan kebijakan seolah telah mengetahui problematika pendidikan secara keseluruhan di Indonesia?

Pada akhir ini, penulis tidak berusaha untuk menganalisa lebih jauh untuk kasus tersebut. Mungkin, penulis ingin bertanya bagaimana refleksi para pembaca terhadap kasus-kasus pendidikan saat ini? Apakah perlu merdeka ataukah mengembalikan wujud kemerdekaan saat ini pada kemerdekaan yang semula? 

(Eps: 1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun