Kerap kali, kaum muda dianggap apatis karena sifatnya yang individualis dan narsistik, padahal realitanya pemerintah yang kurang memperhatikan peran kaum muda sebagai mesin penggerak muda yang akan melanjutkan masa depan negara.
Seperti yang kita semua tahu, pemilihan umum selanjutnya akan diadakan pada 14 Februari 2024. Pada pemilihan umum 2019 lalu, ada sekitar 85 juta atau kurang lebih 45 persen pemilih muda dari total pemilik hak suara. Namun, pada Pilpres 2019 tidak sedikit kaum muda yang golput atau tidak menggunakan hak suaranya. Pastinya kami semua tidak ingin hal tersebut terulang lagi, maka haruslah dicari solusi agar kalangan kaum muda dapat tertarik dengan pemilu yang tidak sampai satu tahun lagi akan diselenggarakan.
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Pasal 1 Ayat 21 yang berbunyi "Pemilih adalah Warga Negara Indonesia yang telah genap berumur 17 (tujuh belas) atau lebih atau sudah/pernah kawin."
Survei Indikator Politik Indonesia menyatakan lebih dari 60 persen publik mengaku tidak tertarik dengan masalah politik pemilihan. Hal ini dikarenakan kurangnya kreativitas dari kampanye para kandidat pasangan. Seharusnya kampanye melihat dari perspektif kalangan kaum muda dengan menggunakan strategi kampanye digital. Kampanye yang bersifat konvensional, menjadikan kalangan kaum muda pun kurang tertarik dengan kampanye yang diadakan dan berujung menyepelekan pemilu yang diadakan tiap lima tahun sekali.
Padahal, pemilu itu sangat penting demi memilih pemerintah yang dapat memimpin negara untuk menjamin kesejahteraan rakyat Indonesia. Suara dari kaum muda sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan pemilu agar perspektif dari kaum muda dapat juga dimunculkan melalui pasangan calon yang dipilih.
Ironisnya, para pasangan kandidat cenderung kurang bisa menarik perhatian pemilih muda. Pemilih muda memiliki rentang usia kurang dari 30 (tiga puluh) tahun, yaitu 18 (delapan belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. KPU (Komisi Pemilihan Umum) mengkategorikan usia ini sebagai pemilih muda di usia produktif yang dianggap tidak tahu apa-apa tentang politik dan pilihan para kaum muda masih bersifat ikut-ikutan. Sedangkan, kisaran umur untuk pemilih pemula yaitu 17 (tujuh belas) sampai 21 (dua puluh satu) tahun.
Kaum muda bukan lagi hanya penonton, melainkan sebagai salah satu aktor politik. Perlu adanya kampanye substantif yang menyuarakan tentang kebutuhan pemilih muda yang penting untuk kepastian masa depan. Polarisasi antar kedua kubu yang semakin menajam serta kejenuhan dalam perdebatan politik yang minim kualitas membuat kaum muda semakin apatis. Polarisasi politik tersebut harus dicegah untuk menghindari perpecahan pada masyarakat.Â
Maka dari itu, pemilu sudah seharusnya diselenggarakan secara matang dengan mementingkan semua pemilih tanpa memandang umurnya. Kaum muda juga harus mempersiapkan diri untuk pelaksanaan pemilu yang akan datang. Hal ini juga dilakukan agar tidak ada penyesalan oleh kalangan kaum muda yang tiba-tiba merasa dirinya salah memilih kandidat presiden dan wakil presiden.
Bagaimana cara agar kalangan kaum muda lebih tertarik berpartisipasi dalam pemilu yang akan diadakan tahun depan? Bagaimana agar kalangan kaum muda dapat juga ikut serta menyukseskan pemilu? Para kandidat harus dapat berpikir secara kreatif. Justru, media dan alat komunikasi digunakan sebagai cara untuk berkampanye pada era globalisasi ini. Salah satunya dengan cara menyebarluaskan kampanye kandidat mereka lewat media sosial. Kaum muda yang adaptif dengan teknologi dan sangat mengenal dunia digital dapat ditarik melalui kampanye di media sosial yang berpotensi menjadi sarana komunikasi politik yang efektif dan efisien. Dari diri kalangan kaum muda sendiri juga harus punya rasa ingin tahu dan sikap peduli kepada negara, demi majunya Indonesia. Dengan mengasah cara berpikir secara demokratis mulai dari sekarang, serta tidak tertinggal dengan berita terkini, dapat cerdas dalam memilih bukan hanya asal-asalan atau ikut-ikutan memilih pasangan calon.
Kesimpulannya, kalangan kaum muda harus memiliki tingkat kesadaran dan kepedulian yang tinggi bahwa masa depan Indonesia ada di tangan kalangan kaum muda. Untuk mengantarkan Indonesia ke yang lebih maju, unggul, dan berkualitas. Sedangkan, pemerintah perlu memanfaatkan sarana agar dapat menarik kaum muda ke bilik suara.
Sumber data: Buku Tak Perlu Ratu Adil karya Edbert Gani Suryahudaya
Penulis :Â
Alexsandra Matilda Eva Putri, Aloysius Kevin Setyapradana, Anjani Ekaputri Hidayat, Callysta Arviana, Jennifer Audrey Tyar Gultom
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H