Mencermati ramainya launching salah satu produk Tablet PC minggu lalu di salah satu pusat perbelanjaan elit, seolah masyarakat terhipnotis akan kecanggihan maha karya tehnologi yang seolah-olah sudah merupakan produk yang matang dan siap memenuhi segala kebutuhan pasar.
Padahal fenomena ini hampir sama (kalau tidak bisa dibilang mengulang) sejarah awal lahirnya produk Netbook di masa-masa awal. Pada saat itu, bahkan sebuah netbook dengan prosesor ARM yang lemah saja dipaksa menjalankan software Windows dan dijejalkan pada layar monitor yang hanya seukuran 7 inch. Harganya sendiri terbilang sangat fantastis apalagi pada masa itu umumnya netbook generasi awal dimonopoli oleh produk Jepang. Baru kemudian masuk generasi berikutnya dari para pabrikan taiwan.
Saya sendiri termasuk korban yang menikmati netbook berharga mahal sementara prosesornya pada saat itu menggunakan Celeron 900 Mhz, bukan intel Atom seperti sekarang ini. Meskipun media storage nya memakai SSD. Namun pada saat itu harga laptop yang bagus masih sangat mahal, berkisar di angka 9 sampai 12 juta rupiah. Sementara kebutuhan kuliah pasca sarjana memaksa para siswa memiliki komputer jinjing (terlepas apakah itu netbook atau notebook) agar dapat mengerjakan bahan-bahan tugas secara cepat untuk dikumpulkan hari itu juga. Sehingga saya memutuskan untuk terpaksa memecahkan celengan (tabungan) untuk membeli barang gadget nan mahal itu.
Bercermin akan pengalaman tersebut, saya memutuskan untuk tidak terburu-buru membeli gadget jenis tablet pc seperti yang kemarin baru saja diluncurkan, karena menurut hemat saya, tehnologi yang ada masih belum matang. Software nya saja masih belum dirilis versi finalnya, sehingga terpaksa memakai software versi sebelumnya yang belum dioptimalkan untuk lingkungan tablet.
Apalagi para pemainnya masih belum ramai, artinya tawar menawar antara konsumen vs produsen dalam mencapai kesepakatan harga di titik market equilibrium yang sempurna belum tercipta.
Sementara para raja spesialis komputer jinjing seperti Asus dan Acer belum melempar produk-produk mereka secara massal ke pasar. Bahkan LG pun dikabarkan menunda peluncuran produknya karena software yang dioptimalkan untuk pemakaian lingkungan tablet pc memang belum tersedia.
Di lain pihak, para pemain baru yang akan tampil dengan tehnologi yang lebih sempurna seperti RIM dan Nokia masih belum melemparkan produk mereka secara massal. Jika tablet RIM Playbook masih baru perkenalan namun belum dipasarkan, Nokia malah justru belum berbicara sepatah katapun mengenai rencana peluncuran tablet ini, meskipun kabarnya sudah ada ancang-ancang persiapan di OVI Store.
Jadi sebaiknya tahan dulu minat belanja anda jika belum penting sekali dan masih bisa menggunakan media lain seperti notebook/netbook ataupun handphone. Karena secara cost value, harga Tablet PC saat ini masih sangat mahal, sebab masih digunakan sebagai sumber pendanaan untuk menutupi biaya riset yang sangat mahal dari divisi R&D masing-masing pabrik.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H