Mohon tunggu...
Pendekar Saham
Pendekar Saham Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial, Politik, Pendidikan, Teknologi

managecon.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Gila Gelar Doktor

23 Juni 2014   16:49 Diperbarui: 18 Juni 2015   09:35 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu yang lalu, saya kebetulan menerima edaran kuisioner jenis pertanyaan tertutup, yang diedarkan oleh salah seorang yang sedang kandidat doktor di salah satu perguruan tinggi di Indonesia. Jujur saja, meski profesi saya bukan dosen bidang statistik, ataupun metodologi penelitian sosial. namun kuesioner yang diedarkan tergolong konyol untuk tingkat intelektualitas seperti yang bersangkutan.

Tiba-tiba saya jadi teringat, begitu banyak pejabat di negara ini yang tergila-gila dengan gelar Doktor maupun PhD. Apakah itu gelar doktor kelas ruko, ataupun gelar doktor dari universitas ternama, dan kadang-kadang ada juga dari universitas kertas, alias universitasnya tidak ada, cuman modal kertas saja.

Bahkan kriteria doktor juga menjadi salah satu faktor penentu dalam akreditasi perguruan tinggi, selain daripada jenjang jabatan maupun standar penggajian bagi yang ingin berkarir di bidang pendidikan. Padahal banyak doktor di negara ini yang lebih konyol ketimbang si Ujang yang tanpa gelar sarjana dan berkarir sebagai office boy di kawasan perkantoran segitiga emas misalnya.

Jangankan mereka yang serius menekuni profesinya sebagai pengajar maupun peneliti di perguruan tinggi, mereka yang hanya menjalankan pekerjaan sebagai konsultan pun, kalau belum punya gelar doktor, menjadi kurang percaya diri, bahkan kadang-kadang sulit mendapatkan order / proyek dari klien terutama jika klien mereka adalah lembaga negara, departemen ataupun perusahaan milik pemerintah.

Ini menjadi suatu trend kekonyolan, yang celakanya terus dipelihara, dan dibesarkan oleh para petinggi negara ini, tidak saja oleh mereka yang duduk di departemen pendidikan, namun di hampir semua lini birokrasi di negara ini.

Padahal, seharusnya, standar kriteria penilaian, pemberian jabatan, penggajian, semuanya harus berbasiskan kepada standar kompetensi yang SMART alias teruji, terukur, dan lain sebagainya. Bukan kepada gelar doktor yang, bahkan, nyaris sebagian besar disertasi doktoral di negara ini cuman copas ide yang dimodifikasi sana sini menjadi disertasi baru.

Semoga siapapun yang kelas menjadi menteri pendidikan di negara ini, tergugah hatinya untuk merubah salah kaprah di dunia pendidikan maupun pandangan masyarakat selama ini. Sekedar info saja, saat ini, banyak perusahaan mulai beroritentasi kepada standar kompetensi profesi yang diakui oleh dunia internasional tidak lagi melihat kepada gelar akademisnya. Padahal standar kompentensi dosen di negara ini masih saja berputar di masalah-masalah klasik yang cenderung perulangan dari cerita lama. Silahkan saja anda lihat jurnal para dosen, isinya cenderung berputar-putar di masalah yang sama, jarang ada hasil penelitian baru dan terobosan-terobosan baru.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun