APA YANG HARUS KITA LAKUKAN KETIKA KRISIS?
“Senin 24 Agustus 2015, Indeks JKSE 4,163 drop 172 point dari posisi sebelumya. Terkoreksi hampir 20% dari angka tertingginya. Rupiah terkoreksi sampai 14,000 per USD-nya. Ini level terendah yang dialami oleh Rupiah sejak krisis moneter 1998”.
Akhir tahun lalu (Desember 2014) saya menulis artikel ‘Indonesia 2015: Year of Living Dangerously.’ Tulisan itu merupakan hasil diskusi dan riset sederhana di internal BPR Lestari, Bank yang saya pimpin, untuk menganalisa kondisi perekonomian kekinian, sebagai dasar kami membuat bisnis plan dan langkah-langkah strategis korporasi.
Waktu itu saya menulis bahwa, rupiah akan tetap rendah (alasannya karena defisit dan tersandera oleh isu US yang akan menaikkan suku bunga). Saya menulis rupiah akan tetap rendah, namun mudah-mudahan stabil. Saya benar separohnya, rupiah tetap rendah namun tidak stabil.
Saya menulis bahwa, bunga akan tetap mahal! Rezim suku bunga murah sudah selesai. NPL perbankan akan naik. Pertumbuhan akan melambat. The party is over!
Apa yang terjadi sekarang? Bunga mahal, NPL perbankan naik, pertumbuhan melambat, omzet usaha terkoreksi 20%-30%, rupiah terpuruk ke level terendahnya. Sektor properti yang booming tahun-tahun sebelumnya, kini halt.
Kini setelah satu semester berlalu, kami kembali mencoba mendiskusikan ‘perkembangan yang terjadi’. Berikut adalah beberapa insight yang kami simpulkan.
WHAT IS WRONG WITH INDONESIA?
Apa yang salah dengan kita? Apa bedanya Indonesia sekarang (2015) dengan 2010-2012? Apakah lebih baik, ataukah lebih jelek?
Terus terang, saya tidak bisa secara kasat mata menyatakan we are now in a worse shape dibandingkan dengan periode booming dahulu (2010-2012). Walaupun juga bukannya lebih baik.
Dari dahulu kita juga defisit, impornya kebanyakan. Tidak beda dengan sekarang. Dari dulu cadangan devisa kita ya sekitaran US$ 100 Milyar. Kagak beda dengan sekarang. Dari dulu juga kita tidak membangun infrastruktur.