Pastinya kita patut mengapresiasi pertemuan Presiden Jokowi dengan tiga bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo, dengan mengundang makan siang bersama di Istana Merdeka (30/10).
Apa yang diperbincangkan di pertemuan tersebut pastinya tidak lepas dari nuasasa politis yang terhubung dengan Pilpres 2024. Sehingga tidak mengherankan bila pertemuan tersebut kemudian memunculkan spekulasi politik maupun tafsir politik di luaran.
Di hadapan wartawan, Anies mengungkapkan, dalam makan siang salah satunya membahas terkait netralitas. Anies mengaku menyampaikan agar Presiden Jokowi menegaskan kepada seluruh aparat untuk menjaga netralitas dalam Pemilu 2024.
"Dan tadi beliau sampaikan bahwa beliau memang mengumpulkan pejabat, gubernur, bupati, bahkan akan mengumpulkan TNI, Polri, dan seluruh aparat untuk netral," ujar Anies.
Pastinya kita semua berharap pesta demokrasi Pilpres 2024 berjalan jujur, adil, dan netralitas dalam artian tidak adanya cawe-cawe keberpihakan kekuasaan.
Termasuk, pastinya tidak adanya cawe-cawe keberpihakan instrumentasi kekuasaan pada pasangan capres -- cawapres tertentu. Di mana gelaran kontestasi Pilpres 2024 berjalan jujur, adil, adil, sehingga tidak memunculkan tudingan terjadinya kecurangan.
Pastinya kita juga berharap, semoga pertemuan elit politik ini menjadi komitmen dalam menjaga pesta demokrasi Pilpres 2024 berlangsung netralitas.
Dari pertemuan tersebut, saya diingatkan pada artikel "Prabowo Subianto, Pemimpin Itu Sabdo Pandito Ratu" di Kompasiana.com (24/10).
Di artikel tersebut, saya mengutip apa yang ditulis Prabowo Subianto di buku "Kepemimpinan Militer 2", di bab "Sabdo Pandito Ratu".
Di bab tersebut dituliskan, berhati-hatilah dalam mengucapkan kata-kata di hadapan masyarakat. Orang lain akan ingat dan akan menuntut segala ucapanmu. Kepercayaan adalah modal utama seorang pemimpin. Jika seorang pemimpin tidak lagi dipercaya, maka ia tidak lagi memiliki kemampuan untuk memimpin. Tulis Prabowo.
Untuk dapat dipercaya, seorang pemimpin tidak boleh bohong atau suka berbohong. Apa yang diucapkan harus sesuai dengan apa yang dilakukan. Satunya kata dengan perbuatan. Ucapan pemimpin harus bisa dipegang. Jangan jam dua bilang "tahu" jam empat bilang "tempe". Jangan bilang "tidak" ternyata "iya". Lanjut Prabowo.
Dikatakan, kredibilitas seorang pemimpin akan dilihat dari ucapannya. Karena ucapan seorang pemimpin adalah sabdo pandito ratu tak kena wola wali. Mengartikan bahwa seorang pemimpin yang dipegang adalah omongannya, termasuk konsistensinya dalam memegang teguh ucapannya, satunya kata dengan perbuatan, ora mencla-mencle, isuk tempe sore kedele.
Pasalnya di sini kewibawaan seorang pemimpin dipertaruhkan. Karena dari sini pula kadar kualitas kepemimpinan seorang pemimpin dinilai dan dipertaruhkan di mata rakyat. Bukan pencitraan.
Alex Palit, jurnalis, penulis buku "Ngaji Filsafat Kepemimpinan Prabowo Notonegoro".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI