Sebetulnya saya enggan ikut-ikutan mengomentari blundernya ucapan bacapres Ganjar Pranowo saat tampil di "Mata Najwa" bertajuk "3 Bacapres Bicara Gagasan" di Universitas Gajah Mada (UGM), yang kemudian viral dianggap merendahkan profesi jurnalis.
Saya anggap, ucapan Ganjar Pranowo tersebut sebagai ucapan orang gagal paham dalam menempatkan Najwa Shihab yang sejatinya jurnalis, kebetulan saat itu sebagai master of ceremony (MC). Mendapat sebutan sebagai MC, Najwa menampik, bahwa dirinya jurnalis. Profesi jurnalis itu membanggakan.
Bagi saya, penggelut profesi jurnalis, profesi tidak sekedar membanggakan. Sekaligus saya menempatkan profesi jurnalis sebagai profesi mulia.
Kenapa profesi jurnalis, saya sebut sebagai profesi mulia? Karena dalam profesi jurnalis, ada dua hal yang melekat dalam dirinya, yaitu sebagai pilar ke-4 demokrasi dan watchdog.
Pertama, sebagai pilar ke-4 demokrasi. Sebagai pilar ke-4 penyanggah dan penjaga demokrasi, salah satu peran utama jurnalis adalah fungsi kontrol sosial. Â
Dalam peran itulah, jurnalis hadir di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara bertanggungjawab terhadap kebenaran. Di mana dalam menyampaikan informasi pemberitaannya harus mengutamakan kebenaran.
Kedua, sebagai watchdog. Profesi jurnalis ditakdirkan sebagai watchdog yaitu anjing penjaga yang harus bersikap kritis terhadap segala hal yang dinilai bisa merusak citra dan martabat bangunan demokrasi itu sendiri.
Sebagai watchdog, jurnalis juga ditakdirkan menjadi penjaga dan penggonggong terhadap segala bentuk penyalagunaan kekuasaan dan ketidakadilan.
Kenapa jurnalis itu saya sebut sebagau profesi mulia? Karena dalam menjalankan profesinya, tanggung jawab utama dan fundamental bagi seorang jurnalis adalah tanggungjawabnya terhadap kebenaran.
Sebagai pilar ke-4 demokrasi dan watchdog, jurnalis harus tetap menjaga independensi, dalam artian tidak menghamba menjadi kaki tangan kepentingan politik pragmatis kelompok tertentu demi hasrat ambisi kuasanya dalam rangka mengkonstruksi opini publik.