Di sini saya tidak ingin mengomentari pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, saat memberikan kuliah umum di Universitas Sultan Agung (Unissula) -- Semarang, Jawa Tengah, pada Sabtu (9/9) yang menyebut Indonesia membutuhkan pemimpin muda.
Orang langsung manangkap apa yang tersurat dan tersirat dari pernyataan Ketua MK tersebut, yang kemudian dikaitkan dengan gugatan batas usia capres -- cawapres di MK yang sedang berlangsung.
Tak heran bila itu kemudian banyak mendapat tanggapan dan reaksi nyinyir. Karena secara etika kehakiman dianggap tidak sepatutnya membicarakannya materiil perkara suatu pengujian undang-undang (UU).
Atas ceplosan Ketua MK ini, kemudian ditafsir sebagai lampu hijau, MK akan mengambulkan gugatan tersebut, yang dianggap sarat muatan kepentingan politik pragmatis.
Secara implisit, kira-kira begitu adanya.
Di sini saya hanya kembali diingatkan pada artikel "Bola Panas di Tangan Prabowo Bila Pilih Gibran Rakabuming" di Kompasiana.com (26/8), https://www.kompasiana.com/alexpalit6268/64e8e5be4addee5d666d7ab2/bola-panas-di-tangan-prabowo-subianto-bila-pilih-gibran-rakabuming.
Di situ saya menuliskan manakala Prabowo Subianto (PS) menjatuhkan pilihan pada Gibran Rakabuming sebagai cawapres, bukan tidak mungkin hal ini akan menjadi bola panas di tangan PS.
Ada lima point yang saya tulis di situ, manakala PS menjatuhkan pilihan Gibran sebagai cawapres, pendampingnya. Pertama, Prabowo pasti akan dituding mencaplok kader PDI-P yang tak lain merupakan parpol rival politiknya di gelaran Pilpres 2024. Lalu, apa kata mereka, komentarnya pasti nyinyir dan nyonyor?
Kedua, bukan tidak mungkin pula muncul tudingan bahwa Prabowo dianggap perpanjangan kelanggengan dinasti politik sebagai hasrat kuasa status quo.
Ketiga, meski ada yang memprediksikan manakala putra Presiden Jokowi jadi cawapres pendamping Prabowo memberi dampak posistif dari sisi elektoral, tapi bukan tidak mungkin sebaliknya akan terjadi eksodus pendukung Prabowo beralih ke lain hati.
Keempat, pada akhirnya yang perlu menjadi pertimbangan, apakah dengan menjadikan Gibran sebagai cawapres pendamping Prabowo secara elektoral politis lebih menguntungkan atau malah buntung.
Kelima, kalau kita merujuk dari empat point tersebut, pilihan menjadikan Gibran sebagai cawapres akan menjadi bola panas di tangan bagi Prabowo.
Alex Palit, junalis Aliansi Pewarta Independen "Selamatkan Indonesia"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H