Begitu baca berita adanya pertemuan Prabowo Subianto -- Yenny Wahid, spontanitas yang terlintas dibenak saya adalah bambu dampit.
Asyik juga untuk ditulis. Akhirnya ketemu judul "Prabowo Subianto + Yenny Wahid = Klop Dampit", dengan menyandingkan ilustrasi foto Prabowo -- Yenny dan bambu dampit.
Dalam terawang spiritual, pertemuan Prabowo -- Yenny bukan semata-mata pertemuan silaturahim, bukan pula sekedar pertemuan berdimensi politis, tapi di luar itu pertemuan tersebut "dipertemukan" kehendak "semesta". Â Â
Kehendak "semesta" punya logikanya sendiri, tidak terprediksi, di luar nalar dan logika. Tapi tanda-tanda tersebut bisa terbaca atau dibaca lewat bahasa tanda.
Kenapa disebut "klop dampit", karena kalau Prabowo + Yenny disandingkan, keduanya merepresentasikan dwitunggal sebagaimana disimbolisasi filosofis bambu dampit, satu dalam dua -- dua dalam satu.
Pertama, dianggap "klop", karena baik secara historis maupun kedekatan emosional kedua keluarga tersebut punya hubungan yang sudah terjalin cukup lama.
Kedua, disebut "dampit", di kalangan spiritualis pengaji deling, bambu dampit ini dimaknai sebagai simbolisasi lambing keharmonisan pasangan dwitunggal.Â
Ketiga, dari keduanya, Prabowo mewakili nasionalisme kebangsaan , sedang Yenny mewakili religius kebangsaan sehingga menjadi kedua dwitunggal yang saling mengisi dan melengkapi, klop dampit.
Dalam perspektif kosmologis, di kalangan spiritualis pengaji deling, bambu unik ini  dibaca sebagai ayat-ayat alam, sebagai ayat-ayat kauniyah, kitab ora tinulis ning iso diwoco -- kitab tak tertulis tapi bisa dibaca. Membaca bambu mengungkap makna.
Dalam perspektif kepemimpinan, bambu dampit ini merupakan simbolisasi dwitunggal yang menyatukan keduanya dalam satu tujuan.