Kenapa kata "Kebangkitan Indonesia Raya" saya anggap lebih berpamor dan magis?Â
Karena saya anggap bahwa saat ini butuh spirit kebangkitan keluar dari krisis multidimensional dalam kehidupan berbangsa, salah satunya terkikisnya kemesraan sosial akibat terjadinya polarisasi oleh stigmatiasi politik identitas.
Siapa pun capres yang terpilih di Pilpres 2024, yang kita butuhkan adalah sosok pemimpin yang mampu merajut dan menyatukan kembali retakan-retakan kemesraan sosial dalam kehidupan berbangsa yang disemboyani Bhinneka Tunggal Ika.
Apalagi  kini terbelah dan terpolarisasi oleh stigmatisasi sentimen politik maupun lantaran oleh pengopinian ujaran sentimen primodial politik identitas bernada SARA.
Sementara kalau kita merujuk pada terminologi "kebangkitan", didalamnya sudah mencakup makan kata "maju".Â
Jadi makna kata "kebangkitan" didalamnya sudah mengisyaratkan dan mensyaratkan kata "maju" atau "kemajuan", menuju Indonesia Maju.
Kita tidak akan bergerak maju tanpa spirit kebangkitan. Justru dengan kebangkitan, kita bangkit untuk maju, maju menuju kebangkitan Indonesia Raya. Â
Atas dasar kebangkitan Indonesia Raya, di sini saya sengaja mengakhiri tulisan ini dengan cuplikan lirik lagu karya WR Supratman "Indonesia Raya":
Hiduplah tanahku / Hiduplah negeriku / Bangsaku, rakyatku, semuanya / Bangunlah jiwanya / Bangunlah badannya / Untuk Indonesia Raya.
Alex Palit, jurnalis pengamat politik Aliansi Pewarta Independen "Selamatkan Indonesia", penulis buku "2024 Kenapa Harus Prabowo Subianto Notonegoro".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H