Di artikel ini, saya awali dengan bahwa kekuasaan itu universum. Dikatakan universum, dalam artian bahwa keberadaan kekuasaan tidak lepas atau tidak bisa dipisahkan campur tangan dimensi alam semesta atau kosmologi. Sehingga menjadikan bahwa kekuasaan itu hadir sebagai sesuatu yang sakral.
Sebagaimana ditemui dalam budaya masyarakat Jawa, kekuasaan itu tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, keramat, sakral, yang berasal dari "dunia Atas". Kekuasaan dalam ajaran budaya Jawa mengandung dimensi metafisis yang terpancar dari energi kekuatan-kekuatan alam atau kosmos. Begitu halnya kekuasaan yang ada dalam diri seorang pemimpin tak lepas dari semua itu.
Di mana kekuasaan dalam budaya Jawa sebagai manifestasi universum. Ia akan bersemayam pada orang-orang terpilih yang mendapat "wahyu" dan memiliki daya "linuwih", maka terjunjung derajatnya untuk menyandang posisi pemimpin. Di mana manifestasi "junjung derajat" itu sendiri merupakan perwujudan diangkatnya derajat seseorang di hadapan Sang Maha Kuasa, sekaligus terjunjungnya status sosialnya sebagai seorang pemimpin bertugas mengembang titah amanah yang diberikan kepadanya.
Dalam banyak hal, secara sosio kultural, masyarakat Jawa tidak dapat dilepaskan dari mitos simbol-simbol yang meruang-lingkupi dengan segala pemaknaannya. Dalam mitos budaya Jawa, selain sebagai simbolisme, benda-benda tertentu tersebut juga dianggap mampu memberi kekuatan magis yang terhubung dengan dimensi supranatural atau metafisis.Â
Bahkan makna simbolik dari simbolisasi dari benda-benda tertentu yang dinilainya secara supranatural memiliki "tuah" dipakai sebagai ageman peneguh jati diri status sosialnya. Termasuk di dunia kepemimpinan, dalam budaya Jawa simbolisasi kepemimpinan juga dimanifestasikan oleh ragam bahasa tanda dengan makna simboliknya yang "dihadirkan" dalam benda-benda tertentu atau unsur-unsur alam seperti pada bambu unik "Asta Brata" sebagai perlambang.
Dalam budaya masyarakat Jawa istilah "Asta Brata" yang mengacu delapan unsur sifat alam. Asta berati delapan, brata berarti laku, yang mencakup delapan unsur sifat alam, yaitu: Bumi, Matahari, Bulan, Samudra, Bintang, Angin, Api dan Air.Â
Hingga saat ini kedelapan unsur sifat alam asta brata digunakan sebagai acuan bagi seorang raja (pemimpin), khususnya berlatar budaya Jawa.
Dari situ pula kemudian memunculkan istilah kepemimpinan "Asta Brata". Di dalam kepemimpinannya, seorang pemimpin harus menyerap nilai-nilai filosofis yang terkandung dari kedelapan unsur sifat alam asta brata tersebut.
Kalau kita merujuk kepemimpinan "Asta Brata" di buku "Kepemimpinan Militer 2" Prabowo Subianto, kedelapan unsur hukum alam tersebu pula sebagai "wahyu makutha rama", yaitu: Pindo Jaladiri, Candra, Kartika, Surya, Arga, Dahana, Bayu dan Bahana.
Adapun kedelapan sifat dewa yang digambarkan unsur alam "Asta Brata" itu meliputi: