Salah satu ciri khas Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam menyambut tamu yang dinilainya istimewa saat bertandang ke kediamannya di Bojong Koneng-Hambalang - Bogor adalah dengan mengajak berkuda.
Sebut saja di antaranya kala menyambut Jokowi, Puan Maharini atau Gibran Rakabumi, mereka diajak berkuda. Karena mereka sebelumnya tidak pernah naik kuda, mau tidak mau harus diajari bagaimana berkuda.
Sebagai penunggang kuda, pastinya Prabowo bukan saja mahir dan paham cara berkuda, juga pasti mengenal istilah-istilah maupun kaidah menunggang kuda yang baik, benar dan indah.
Sebagai pecinta olahraga berkuda yang punya banyak koleksi kuda, Prabowo pasti mengenal betul karakter satu persatu koleksi kudanya, termasuk bahasa tanda suara ringkikan bunyi kudanya atau setiap sepak kaki kuda yang sedang ditunganginya.
Begitu halnya, sebagai seorang jenderal mantan komandan tempur yang mahir berkuda dan kini terjun ke panggung politik, pastinya tidak akan gegabah dan grusa-grusu menentukan langkah politiknya. Pasti semua langkah kuda politiknya melalui pertimbangan sangat matang. Termasuk ketika menentukan langkah kudanya dalam percaturan politik, apapun resikonya.
Begitupun ketika menentukan langkah kuda politiknya gabung di pemerintahan Jokowi, rivalnya di Pilpres 2019, pasti disertai pertimbangan matang, walau tak terhindarkan menuai gelombang reaksi kekecewaan dari pendukungnya atas langkah kuda politiknya.
Begitu pun ketika memasuki pacuan gelanggang politik Pilpres 2024, "sang penunggang kuda" pun harus menentukan langkah kudanya, sebagai penunggang kuda sejati, bukan kuda tunggangan.
Bukan Kuda Tunggangan
Sebagai penunggang kuda sejati, pastinya Prabowo memiliki ketajaman intuisi sebelum mengambil keputusan langka kudanya sambil tetap bercermin pada pengalaman yang sudah-sudah.Â
Pengalaman sebagai seorang jenderal dan komandan tempur, pastinya tidak akan grusa-grusu menentukan langkah berkuda. Pastinya semuanya melalui pertimbangan sangat matang.