Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Capres 2024, Satrio Pinilih Notonegoro Antitesis Zaman Edan Petruk Dadi Ratu

1 Maret 2022   18:23 Diperbarui: 1 Maret 2022   18:28 1119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesuai sebutannya Satria Pinilih, ia adalah sosok pemimpin yang dipilih atas dasar kehendak rakyatnya. Dalam bukunya berjudul "Satria Pinilih -- Siapa Pantas Jadi Ratu Adil", Arwan Tuti Artha menyebutkan bahwa Satria Pinilih adalah idealisasi kepemimpinan yang dibentuk oleh rakyatnya, yaitu pemimpin yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sudah tentu, sebagai pemegang kedaulatan, peran rakyat sangat menentukan dalam memilih pemimpinnya yang dibentuk berdasar pilihan hati nuraninya. Di mana kehadiran Satria Pinilih bisa diibaratkan sebagai wakil Tuhan di dunia yang diberi tugas untuk memimpin bangsa dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan yang adil bijaksana dan bekerja demi mensejahterakan rakyatnya.

Sebab, masa depan suatu negara akan sangat tergantung kepada pemimpinnya yang dipilih oleh rakyat, berdasar pilihan hati nurani rakyat. Bisa saja rakyat salah memilih, akan tetapi bisa pula rakyat tepat dalam memililh pemimpinnya. Kehadiran seorang Satria Pinilih ini diperlukan, tapi bukan Satria Pinilih yang digambarkan secara abstrak. Di negeri kita ini terdapat banyak nama yang tersedia menjadi pemimpin bangsa. Mereka tentu siap untuk berkompetisi dalam pemilihan presiden.

Sebagaimana disebutkan bahwa Satria Pinilih adalah idealisasi kepemimpinan yang dibentuk atas dasar pilihan rakyatnya. Hal ini sekaligus mengartikan bahwa siapa pun Satria Pinilih yang akan menjadi Satrio Pinilih Notonegoro merupakan pilihan atas dasar daulat rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

Petruk Dadi Ratu

Di buku berjudul "Petruk Dadi Ratu", Suwardi Endraswara, menuliskan, di tengah terjadinya krisis multidimensional, dibutuhkan kehadiran sosok pemimpin yang mampu memberikan terobosan dan membawa perubahan, ia adalah sosok pemimpin berkarakter Satria Panandhita, sosok pemimpin yang memiliki kesadaran spiritual yang tinggi, arif, bijaksana dan berbudi luhur.

Petruk, yang sejatinya adalah profil punakawan atau pangemong para satria yang baik. Namun, ketika ia memaksakan diri menjadi ratu atau satria tingkat puncak, ia justru melahirkan berbagai kekacauan dan ketidakselarasan. Sebabnya ada-lah, tanpa kepastian menjadi pemimpin, ia memaksakan diri menjadi pemimpin. Kisah "Petruk Dadi Ratu" tak lain adalah penggambaran sosok "pemimpin yang gagal, karena tidak memiliki kecakapan, kharisma, kualitas moral, keteladanan dalam budi pekerti, dan justru ter-jebak oleh egoisme dan nafsu tercela". Berlawanan dengan itu, Satria Panandhita cerminan sosok pemimpin yang sanggup menghadirkan kebaikan karena memang memiliki semua kualitas yang dibutuhkan.

Sifat kepemimpinan "Petruk Dadi Ratu" dinilai bertentangan sebagaimana digambarkan kepemimpinan Ratu Adil. Dalam bukunya berjudul "Ratu Adil Segera Datang", Otto Sukatno CR menyebutkan bahwa konsepsi Ratu Adil memiliki keterkaitan dengan banyak nilai, makna, serta pewacanaan. Pertama, Ratu Adil tidak bisa dilepaskan dari konsep kepemimpinan (leadership) tatanan sosial suatu masyarakat atau bangsa. Sebab, kata "ratu" sendiri harus dimaknai dalam pengertian serta tradisi ontologis sosial masyarakat Jawa yaitu raja atau pemimpin. Sedang "adil", baik dalam pemahaman ontologis atau secara terminologi dimaknai sebagai; (1) tidak berat sebelah, tidak memihak; (2) berpihak pada yang benar, berpegang pada kebenaran; (3) tidak sewenang-wenang.

Kedua, kehadiran konsepsi Ratu Adil selalu mengandaikan atau bermuara pada lahirnya sosok kepemimpinan ideal. Misalnya, pemimpin yang berwatak satria panandita, berbudi bawalaksana (suka memberi dan mampu membuka jalan keselamatan), ambeg paramarta (berjiwa sabar dan bertangan dingin, penyantun dan suka memberi ampunan).

Adalah sebuah kewajaran manakala di tengah terjadinya krisis multidimensional, juga krisis kepemimpinan, bila rakyat kemudian mendambakan datangnya Ratu Adil, sosok kepemimpinan pemimpin yang diharapkan bukan saja membawa perubahan kehidupan lebih baik, juga membawa kesejukkan, ketenteraman, kedamaian dan kesejahteraan rakyatnya. Adalah sebuah kewajar-an manakala di tengah terjadinya Zaman Edan bila rakyat kemudian merindukan datangnya Ratu Adil, sosok kepemimpinan pemimpin yang adil, bijaksana, dan berwatak satria panandita, berbudi bawalaksana.

Di sini menunjukkan bahwa siapa pun itu Satria Piningit atau Satria Pinilih tersebut merupakan antitesis Zaman Edan. Tinggal bagaimana kita secara intuitif menerawang dan membaca personality serta rekam jejak sosok Satria Pinilih tersebut, siapa paling layak dipilih menjadi Satrio Pinilih Notonegoro - Calon Presiden Indonesia di Pilpres 2024 sebagai antitesis Zaman Edan -- Petruk Dadi Ratu. 

Alex Palit, jurnalis, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN). Penulis buku "Sang Presiden 2024", artikel ini dicuplik dari buku tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun