Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - jurnalis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Presiden 2024: Filsuf Raja/Raja Filsuf

22 Februari 2022   08:55 Diperbarui: 22 Februari 2022   08:59 929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pengalaman buruk yang terjadi semasa pemerintahan "Tiga Puluh Tiran" (30 Tyrannoi),  yang penuh diwarnai ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan, berikutnya kematian Sokrates, itu kemudian melahirkan gagasan pemikiran-pemikiran filsafat politik Platon, seperti bagaimana mencita-citakan suatu pola pemerintahan kenegaraan yang baik, yaitu Negara ideal yang berkeadilan.

Di mana keadilan adalah keadaan selaras dan keseimbangan di berbagai tatanan atau lapisan masyarakat. Masyarakat adil adalah masyarakat yang dipersatukan oleh tatanan harmonis di mana tiap-tiap anggota memperoleh kedudukan sesuai kodrat, tingkat pendidikan, atau profesi. Termasuk Platon sampai memunculkan kesimpulan para pemimpin negara diambil dari antara para penjaga yang paling mendalami filsafat. Dengan kata lain, pemimpin negara yang baik adalah seorang Filsuf Raja atau Raja Filsuf.

Seorang filsuf raja adalah orang yang sanggup mengenali ide-ide atau hakikat sejati di balik realitas indrawi yang mudah berubah-ubah. Karena menurut Platon, seorang filsuf raja dianggap dapat memimpin masyarakat dengan berorientasi pada ide-ide tertinggi, yaitu ide "yang baik". Di sini penguasa filsuf bukan hanya perlu untuk mengetahui Kebaikan, sekaligus harus dapat mempertunjukkan pengetahuannya pada kelas mereka.

Menurut Antonio Gramsci (22 Januari 1891 -- 27 April 1937), filsuf dan teoritikus politik asal Italia yang sempat dipenjara masa berkuasanya rezim fasis Benito Mussolini, terkait Filsuf Raja mengatakan bahwa untuk melanjutkan tradisi yang dikembangkan Platon perlu adanya fungsi edukatif dari Negara dan yang berkuasa sebagai penegak moral. Untuk menjamin tegaknya moral, maka Negara haruslah dipimpin intelektual, dalam hal ini filsuf. Hanya filsuf yang dapat melihat persoalan kehidupan sebenarnya. Filsuf dapat membedakan mana yang baik, dan buruk. Filsuf juga dapat melihat nilai-nilai yang abadi.

Sedang Mohammad Hatta dalam buku "Alam Pikiran Yunani", menuliskan, apa yang digambarkan Platon tentang Negara ideal bahwa pemerintahan harus dipimpin oleh idea yang tertinggi, yaitu idea kebaikan. Negara yang ideal harus berdasarkan pada keadilan, di mana filsuf menjadi raja atau raja menjadi filsuf.

Dalam banyak hal, pemikiran Platon tidak lepas dari pengaruh gurunya yaitu Sokrates juga sempat berpendapat bahwa dalam masyarakat yang bijaksana, para filsuf tidak akan tampak tolol; hanya ketika berada di antara orang-orang dungulah seorang yang bijaksana dituding tak punya kebijaksanaan. Apa yang harus kita perbuat di tengah dilema ini? Tampaknya hanya ada dua cara untuk mewujudkan Republik kita; dengan menobatkan para filsuf menjadi pemimpin, atau dengan membuat para pemimpin menjadi filsuf. Walau disadari cara pertama tampaknya mustahil dilakukan sebagai langkah awal, manakala di dalam negeri yang belum berwatak filosofis, di mana para filsuf tidak disukai.

Di sini Platon juga sadar bahwa manakala di dalam negeri yang belum berwatak filosofis maka para filsuf tidak disukai. Sementara bagi Platon berfilsafat adalah semacam visi, yakni "visi tentang kebenaran" yang tidak semata-mata bersifat intelektualitas, tidak pula sekedar kebijaksanaan, tetapi bagaimana cinta terhadap kebijaksanaan.

Di sini kita boleh menganggap bahwa seluruh filsafat Platon sebagai refleksi atas peristiwa menyedihkan itu yang kemudian jadi pertimbangan dalam hubungannya dengan negara. Bagi Platon sudah nyata bahwa susunan negara Athena pasti tidak beres mengakibatkan peristiwa yang begitu jelek, salah satunya dengan kematian Sokrates.

Karena alasan itu pula Platon yang sejak mudanya hidup dalam lingkungan yang berhubungan dengan politik Athena, kemudian memunculkan gagasan-gagasan dan pemikiran dalam filsafat politiknya. Bagaimanakah seharusnya susunan negara yang ideal? Termasuk mengenai peran filsuf dalam kehidupan ketatanegaraan yang disebutnya Filsuf Raja / Raja Filsuf. Sebagaimana dalam keyakinan Platon bahwa filsuf harus dijadikan penguasa negara sebagai boleh buah hasil refleksi atas kematian Sokrates.

Semua ini yang kemudian membawa Platon pada sebuah pemikiran filosofisnya tentang sebuah pemerin-tahan negara bahwa untuk mewujudkan Negara ideal yaitu dengan mempercayakan penguasa negara kepada filsuf yaitu Filsuf Raja / Raja Filsuf sebagai salah satu bagian yang mengemuka dari filsafat politiknya yang dituangkan di The Republic.

Alex Palit, junalis. Artikel ini cuplikan buku "Sang Presiden 2024"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun