Disebut sebagai pusaka alam, ia mawujud bukan hasil rekayasa kerajinan tangan manusia. Ia mawujud langsung dari alam yang memanifestasikan diri dalam simbol-simbol khusus yang membawa pesan-pesan alam yang tersembunyi di dalamnya untuk dibaca manusia.
Di sini kita juga diajak: ngaji rasa, ngaji diri. Sekaligus juga diajak "Ngaji Deling" untuk senantiasa kandhel eling marang sing peparing; ngaji sangkan paraning dumadi, yang akan membawa pada "Kesadaran Ilahiyah", dengan kata lain membawa kita memasuki dimensi "Transendensi -- Bahasa Langit".
Pada dimensi "Transendensi -- Bahasa Langit" inilah yang dalam alam sufisme Ibn 'Arabi, manusia bukan saja diajak "dialogis" dengan dimensi kosmologis, juga mengalami perjumpaan dengan dimensi teofani, yang disebutnya sebagai "imajinasi kreatif".
Oleh filsuf eksistensialis Karl Jaspers, "Transendensi" adalah nama untuk keilahian yang tersembunyi diwujudkan dalam chiffer-chiffer yang berarti "tanda rahasia" berupa simbol-simbol yang masih diselimuti misteri. Ia tersembunyi, sehingga banyak jawaban yang harus dicari sendiri.
Kekuasaan Itu Universum -- Vox Natura, Vox Dei
Kekuasaan itu universum, dalam artian bahwa kekuasaan tidak lepas campur tangan dimensi alam semesta atau kosmologi.
Ia hadir tidak sekedar sebagai sebuah legitimasi politis, di dalamnya juga melekat sesuatu yang agung, mulia, keramat, sakral, yang berasal dari "dunia Atas". Atau yang menurut filsuf Spinoza: kehendak alam adalah kehendak Tuhan, itu kehendak alam, maka hukum-hukum alam itu kehendak Tuhan. Di mana pengertian ini mengartikan Vox Natura -- Vox Dei, suara alam -- suara Tuhan.
Ia akan bersemayam pada orang-orang terpilih yang mendapat "wahyu junjung derajat" untuk menyandang posisi sebagai pemimpin.
Tetapi manakala ia mengangkangi titah amanah yang diberikan, maka mandat yang diterimanya bisa ditarik kembali, "wahyu" yang diterimanya sirna ilang kertaning bumi, menghilang dari pangkuan dan genggamannya, sebagaimana ditemui di kisah dunia pewayangan "Petruk Dadi Ratu". Itulah hukum alam.
Semoga dengan terbitnya buku ini memberi pencerahan bagi calon atau para pemimpin, sebagai bekal ngaji rasa, ngaji diri, untuk disebut sejatinya pemimpin "Ratu Adil". Siapa pun itu pemimpinnya.
Alex Palit, citizen jurnalis Jaringan Pewarta Independen #SelamatkanIndonesia, pernah bekerja sebagai wartawan di Persda Kompas -- Gramedia dan Tabloid Musik ROCK.