#BoikotJNE. Kata atau tagar #Boikot... ini bukan kali pertama muncul. Sebelumnya kita juga pernah ada #Boikot untuk produk roti dan minuman mineral atau lainnya memviral atau sengaja diviralkan, dan saya anggap ini hanyalah tak lebih untuk mencari sensasional untuk memancing timbulnya kegaduhan.
Kalau kita cermati dan telaah, selain saya anggap untuk mencari sensasional dan memancing timbulnya kegaduhan, sebenarnya muaranya sederhana dan ujung-ujungnya mengerucut pada telah terjadinya polarisasi politis yang tengah berlangsung peperangan antar kubu. Dan saya pun tidak ingin menyebutkan kubu mana dengan kubu mana yang kini sudah menjadi rahasia umum. Dan yang pasti di sini saya tidak ingin terjebak olehnya.
Karena saya anggap semua itu adalah bentuk kegagalan alias gagal paham dalam memaknai sebuah persoalan secara kontekstual, jernih dan utuh. Sehingga setiap persoalan yang non politis pun ikut diseret-seret, digoreng dan diplintir sedemikina rupa untuk kemudian disuguhkan sebagai konsumsi politis. Sudah tentu di balik semua itu ada muatan kepentingan politik pragmatis didalamnya.
Saya bukan pendukung atau simpatisan Babe Haikal dengan segala background-nya, saya bukan pula mau membela Jalur Nugraha Ekakurir (JNE), #BoikotJNE.
Tapi bagaimana hari kita saksikan ucapan seseorang yang tidak ada kontekstualnya dengan persoalan politis kemudian diseret-seret, digoreng dan diplintir sedemikian rupa, untuk kemudian ditembakkan kepada siapa pun. Tak terkecuali sasaran tembak itu juga diarahkan seperti yang terjadi dan alami jasa pengiriman JNE dengan #BoikotJNE.
Sekali lagi, di sini posisi saya bukan secara serta-merta mau membela JNE atas #BolikotJNE. Karena dalam ini posisi saya tidak dalam kapasitas dukung-mendukung membela, Â menyalahkan atau menghujat, karena pada akhirnya akan terbaca dengan sendiri semuanya ini demi apa dan untuk kepentingan apa. Di sini saya hanya ingin menempatkan posisi saya dalam berbagi kebahagiaan berbagi keberkahan bersama JNE.
Sebagai jurnalis dan penulis buku, setidaknya sudah ada empat buku yang saya tulis dan terbitkan di tahun 2020, masing-masing; Festival Rock se-Indonesia, Nada-Nada Radikal Musik Indonesia, God Bless -- Aku Bersaksi, dan 70 Tahun Maestro Rock Indonesia -- Ian Antono, yang saya terbitkan secara self publishing.
Dalam kesempatan ini pastinya saya menghaturkan terimakasih buat teman-teman yang telah mengapresiasi buku saya di manapun berada.
Juga saya mengucapkan terimakasih buat JNE yang telah membantu dan melancarkan pemberangkatan pengiriman buku saya sampai ke pelosok.
Entah apa jadinya manakala tanpa JNE sebagai jasa pengiriman yang telah membantu dan melancarkan pemberangkan pengiriman buku hingga tujuan dan diterima pemesan, bahkan keberadaan di pelosok dan terjangkau JNE.
Di sini saya tidak bermaksud untuk membanding-bandingkan, apalagi menanding-nandingkan satu sama lain dengan jasa pengiriman barang lainnya yang ada. Yang pasti, setiapkali kirim paket buku yang kebetulan penerimanya bertempat tinggal di pelosok, saya selalu menanyakan ada JNE-nya. Ada, jawabnya.
Kalaupun kemudian ditanya, kenapa memilih JNE? Pilihan saya memilih JNE pertimbangan utamanya dekat tempat tinggal, cukup dengan jalan kaki sekitar 3 menit. Dan lebih dari  seratusan paket yang dikirim tidak ada salah antar, tidak kesasar, dan sampai tujuan dengan selamat sampai diterima tangan pemesan, sehingga tidak pernah ada komplain.
Itu salah satu alasan utama saya bersamaan menyambut #jne #jne30tahun #Connectinghappiness #30tahunbahagiabersama, saya mengapresiasinya dengan memberi judul "Berbagi Kebahagiaan, Terimakasih JNE".
Alex Palit, jurnalis, pernah bekerja di Persda Kompas Gramedia (Jakarta), Harian Surya (Surabaya), dan Tabloid Musik ROCK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H