Di sini saya tidak ingin memperseterukan terminologis atau semiotik "lonte" yang kini menebar dan bertebaran silang sengkarut di medsos.
Di sini saya hanya diingatkan kembali -- kala itu masih jadi wartawan -- pada sebuah obrolan dengan Iwan Fals menyinggung soal lagu ciptaannya berjudul "Lonteku".
Namanya juga wartawan, kalau pas ngobrol sama Iwan, saya sering mengulik dengan pertanyaan tentang lagu-lagunya terutama bertema sosial, susila sampai ke nyanyian kritik sosialnya.
Singkat cerita, ia cerita, suatu hari ia jalan-jalan ke mall yang kebetulan memutar lagu-lagunya. Begitu menginjak di lagu "Lonteku", Iwan mengaku kaget dengan penyebutan kata lonte di lagu tersebut. Â
Iwan baru sadar dan menyadari bahwa kata lonte itu kasar, sarkasme. Pasti siapa pun itu perempuan akan dengan sebutan profesi kesusilaan tersebut yang merendahkan martabat perempuan.
Tapi nggak usah kaget, ternyata ada perempuan menyikapi atas tudingan kata lonte yang videonya memviral menanggapinya dengan enjoy aja, nggak baperan!
Sementara saya, saat menuliskan tulisan ini saya pun ngalir aja nggak sampai baper menuliskannya sambil mendengarkan lagu "Lonteku":
Lonteku terimakasihÂ
Atas pertolonganmu di malam itu
Lonteku dekat padakuÂ
Mari kita lanjutkan cerita hari esok....