Sejak tinggal di Depok, Jawa Barat, kami kerap main ke Bogor. Sebab jarak Depok-Bogor hanya sekitar 20 menit naik Kereta Rel Listrik (KRL). Maka perubahan-perubahan yang terjadi, terutama yang terkait dengan fasilitas umumnya tak luput dari perhatian.
Beberapa tahun lalu, antara lain 2009 misalnya, begitu keluar dari stasiun Bogor kita akan disambut oleh pedagang yang memadati sepotong jalan sepanjang 500 meter dari Stasiun Bogor hingga ke Taman Topi.Â
Angkot berjejal di pinggir jalan menunggu penumpang. Sepanjang jalan Kapten Muslihat yang melewati Katedral Bogor pada jam-jam tertentu menjadi kawasan macet. Ruwet sangat.
Kemudian Ignatius Jonan mulai membenahi PT Kereta Api Indonesia (KAI). Antara lain mengeluarkan larangan bagi pedagangan asongan dan pedagang kaki lima berjualan di dalam stasiun dan area luar stasiun yakni di tanah-tanah milik KAI. Karena sukar diatur, semua tanah milik KAI yang berada di dekat stasiun dipagari. Pedagang tak bisa masuk lagi.
Langkah ini sebenarnya diambil supaya tempat berdagang tampak teratur dan tertata rapi. Demikian yang terjadi di Stasiun Bogor. Menjelang tahun 2016 para pedagang sudah boleh kembali berjualan di area luar stasiun, namun pada lapak-lapak yang sudah disiapkan.Â
Keamanan, kebersihan dan kenyamanan menjadi tiga poin utama yang dikedepankan. Maka sekarang kalau Anda pergi ke Bogor naik KRL.
Begitu keluar dari pintu stasiun, Anda akan disambut deretan pedagang makanan dan souvenir di sisi kiri-kanan jalan dan elok dipandang mata.Â
Warung Sunda yang menyajikan makanan serba pedas yang menjadi langganan kami dahulu kini sudah ada kembali. Dan selalu ramai.
 Eloknya, tepat pada area Taman Topi yang dahulu, kini sudah berdiri Alun-Alun Kota Bogor yang ditata sebagai ruang terbuka yang menyiapkan fasilitas olahraga dan ruang bermain bagi anak-anak.Â
Ruang terbuka seluas 1,7 ha ini telah disulap tak ubahnya seperti taman-taman di Eropa. Rumputnya dipangkas rapi. Ada trek untuk jogging.Â