Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fasilitasi Bidang Kebudayaan, Pentas Seni Maestro Gregorius Gheda Kaka

3 Desember 2022   08:52 Diperbarui: 3 Desember 2022   08:56 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian anggota kor dalam acara pentas seni. Semua adalah murid GGK dari SMP Wona Kaka, Homba Karipit (Dokpri)  

Saya serba khawatir untuk menulis tentang Pentas Seni Musik, Lagu dan Sejarah Karya Maestro Greg Gheda Kaka (GGK, 1945-2005) yang disponsori oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal ini melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK) 2021. 

Pada satu sisi progam FBK ini sudah berlangsung beberapa tahun, setidaknya sejak  Hilmar Farid menjadi Direktur Jenderal Kebudayaan menggantikan Kacung Marijan pada Desember 2015. Berarti berbagai program dan karya maestro dari berbagai daerah sudah banyak dipentaskan dan terdokumentasi dengan baik. Namun pada sisi lain-bagi Sumba-ini hal baru kalau tidak mau dikatakan sebagai yang pertama dilaksanakan di pulau ini. Pentas dilaksanakan di Rumah Budaya Sumba milik Kongregasi Redemptoris Indonesia (CSsR). Rumah Budaya Sumba didirikan dan dipimpin oleh Pater Robert Ra Mone, CSsR.

Kekhawatiran saya terletak pada ini: Justru karena saya yang membantu "membawa"nya ke Sumba. Sebab itu saya ingin sedikit membuka "rahasia" dan berusaha semaksimal mungkin tidak memasukkan subyektifitas pribadi.

Tahun 2019 saya mengusulkan Rumah Budaya Sumba ke dalam program ini. Namun saya langsung gugur karena persis pada poin pertama saya tidak memenuhi persyaratan: Pengusul harus datang dari daerah 3T; Terdepan, Terluar, Terpencil (untuk memperhalus sebutan untuk daerah tertinggal. Sumba masuk dalam kategori ini).

Belajar dari pengalaman di atas, saya harus menggandeng teman-teman yang berdomisili di Sumba dan (terutama) memiliki perhatian terhadap seni budaya. Saya membuat daftar, telepon sana-sini dan kemudian jatuh pada karya-karya GGK.

Para penari yang mendukung acara Pentas Seni (Dokpri)
Para penari yang mendukung acara Pentas Seni (Dokpri)

Oktavianus Kaka, anak keempat GGK dan Mama Martha Dada Gabi, saya kenal sejak kecil. Ketika kami belajar di SMP Wona Kaka. Usianya barangkali terpaut 10 tahun di bawah saya. Oktav yang biasa kami panggil Lete Watu alias LW mewarisi darah seni ayahnya. Mereka juga memiliki Sanggar Tari Hangapung. Waktu ia kuliah di Yogyakarta, kami lebih sering ketemu dan ngobrol. Selain LW, saya kenal dekat dengan keluarga besar mereka, baik Mama Martha, Pater Willy Pala, Heri "gundul" Ra Mone dan Patricia Kaka. GGK, saya, dan semua putra-putri beliau berasal dari almamater yang sama: SMA Anda Luri, Waingapu.

Ibu Martha Dada Gabi (72 thn), depan, menari dalam acara pentas seni (Dokpri)
Ibu Martha Dada Gabi (72 thn), depan, menari dalam acara pentas seni (Dokpri)

Bagaimana Pak Goris-demikian kami menyapa GGK kami pilih untuk diusulkan?

Pandangan pribadi saya, Pak Goris adalah seorang budayawan. Minatnya merambah banyak bidang: Mencipta lagu, menulis sejarah, melukis, mematung dan mencipta tari kreasi baru.

Salah satu puncak pencapaiannya adalah mencipta dan mengaransemen sekitar 50 lagu gereja dalam bahasa suku Kodi di Sumba Barat Daya, yang dikumpulkan dalam buku "Lodo Malangu" (lagu-lagu pujian) bersama Bapak Andreas Ra Mone (alm). Lagu-lagu ini masih dinyanyikan dalam ritual Natal dan Paskah atau hari besar lainnya dalam Gereja Katolik di Kodi.

Tujuh buah lagu di antaranya menjadi bahan lokakarya dan dimasukan dalam Buku Nyanyian Gereja "Madah Bakti" yang diterbitkan oleh Pusat Musik Liturgi (PML) di Yogyakarta. PML antara lain digawangi oleh Pastor Karl Edmund Prier, SJ dan Paul Widyawan. Tentu saja di sini kita tak bisa melewatkan nama-nama: Bapak Bernard Homba, Bapak John Loghe Leha dan Bapak Agustinus Dengi Muda, ayahanda Ignas Ndara Halato, teman SMP hingga SMA saya.

Sebagian anggota kor dalam acara pentas seni. Semua adalah murid GGK dari SMP Wona Kaka, Homba Karipit (Dokpri)  
Sebagian anggota kor dalam acara pentas seni. Semua adalah murid GGK dari SMP Wona Kaka, Homba Karipit (Dokpri)  

Di kalangan Gereja Katolik Indonesia, Madah Bakti adalah masterpiace. Ia puncak pencapaian. Bukan saja karena kandungan teologi dan mutu syairnya yang tinggi, namun terutama karena ia menerima dan mencipta lagu-lagu dalam beragam dialek nusantara. Indonesia yang beragam ditemukan di dalam Madah Bakti.

Agar sebuah lagu bisa masuk ke dalam MB perlu proses lama, 2-3 tahun. Sebab dilakukan dalam lokakarya selama berbulan-bulan, dinyanyikan secara terbatas dalam gereja-gereja oleh Vocalista Sonora, sebelum beberapa tahun kemudian dicetak ke dalam buku lagu. Lagu-lagu Pak Goris telah melewati proses tersebut.

Bapak Goris juga adalah seorang pencatat sejarah yang handal. Ia antara lain meneliti Perang Kodi 1911-1913. Ia juga mencatat tentang beragam ritual budaya dan pendirian rumah adat di Sumba. Sebab itu, dia adalah salah satu narasumber utama Janet Hoskins, kini guru besar etnologi dari University of California Berkeley, AS, yang pernah meneliti tentang "pembagian waktu" dalam masyarakat Kodi.

Sampul dean biografi GGK (Dokpri)
Sampul dean biografi GGK (Dokpri)

Di bidang tari, Bapak Goris bersama Ibu Marta istrinya, merupakan pencetus tarian kreasi baru di Kodi. Mereka sudah memasukkan kreasi baru dalam tarian tradisional Kodi semenjak tahun 1970 hingga akhir hayat Goris. Kegiatan ini dilanjutkan oleh Ibu Martha dan LW melalui Sanggar Tari "Hangapung". Pak Goris pernah dikirim oleh Keuskupan Weetebula untuk belajar secara khusus ke Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Yogyakarta pada 1993.

Sampul belakang dan latar belakang GGK (Dokpri)
Sampul belakang dan latar belakang GGK (Dokpri)

Terlepas semua pencapaian di atas, Bapak Goris adalah seorang guru. Ia pernah mengajar di SMP Gerardus Mayela Kalembu Weri, Sumba (1964-1966) dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai guru dan Kepala Sekolah SMP Wona Kaka di Kodi (1967-1995), sebelum pensiun dan diangkat sebagai Penilik Sekolah pada tahun 1995 hingga 2001.

Bagi saya, Bapa Goris seorang budayawan yang telah mendedikasikan dirinya berkarya sepenuh hati  mengangkat kesenian (lagu, tari dan sejarah) tradisional Kodi. Karena itu karya-karya Bapak Goris perlu didokumentasikan dengan baik melalui buku dan pentas tari kreasi yang pernah beliau ciptakan. Saya berharap, buku yang berisi biografi Bapak Goris, beserta sejarah karya-karyanya dan pentas tari kreasi, terutama ditujukan untuk menjadi materi pembelajaran dari tingkat SMP, SMA/SMK serta beberapa perguruan tinggi di Pulau Sumba.

Penulis di makam GGK di Homba Karipit, Kodi, SBD (Dokpri) 
Penulis di makam GGK di Homba Karipit, Kodi, SBD (Dokpri) 

Kesenian Kodi, lewat lagu dan tarian, dapat diangkat kembali untuk dikenalkan kepada masyarakat yang lebih luas, terutama kepada generasi muda di Kodi dan Sumba, yang kini kami rasakan sedang menuju pada babak baru kehidupan mereka yakni masuk ke dalam budaya gagdet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun