Saya sedang mengedit sebuah dokumen Kerjasama Gereja-Gereja dari tahun 1960 ketika ketemu kisah tentang Tragedi Guyana. Tragedi yang sangat mengerikan ini terjadi 44 tahun lalu, pada 18 November 1978 di Guyana, sebuah pulau kecil di Amerika Selatan. Sekarang ia berdiri sebagai negara sendiri dengan nama Republik Kooperatif Guyana. Dahulu bernama Guyana Britania.Â
History.com dari mana kisah ini saya cuplik, menyebutnya "Jonestown Massacre". Pembantaian Jonestown.
Adalah Jim Jones. Seorang pendeta. Mendirikan sekte "Peoples Temple" tahun 1950 di Indianapolis, Amerika. Ia seorang kulit putih, namun mengecam rasisme. Khotbah-khotbahnya sungguh menarik. Ribuan orang bersimpati pada sektenya. Mayoritas campuran Afro-Amerika. Makhlum, meskipun perbedaan ras sudah dihapus di AS, dalam kehidupan sehari-hari tidak demikian. Ketika itu.
Simpati yang luber, dan pribadinya yang karismatis membuatnya terkenal. Sumbangan uang datang dari mana-mana. Terutama dari para pengikutnya. Tahun 1965 ia memindahkan sektenya ke California Utara. Terus berpindah lagi ke San Francisco pada 1971.
Soal berpindah-pindah lokasi ini karena Jones mulai terganggu oleh pemberitaan media yang mencapnya sebagai tukang tipu. Ia dituduh menggelapkan keuangan jemat dan pajak. Juga melakukan penganiayaan kepada anggotanya, terutama anak-anak.
Jones merasa hidupnya terganggu. Ia tidak tahan terus-menerus dikritik. Ia mengajak pengikutnya pindah ke Guyana, sebuah pulau kecil di Amerika Selatan. Untuk melancarkan niatnya, tiga tahun sebelum kepindahan, beberapa pengikutnya sudah melakukan survai dan mendirikan pemukiman di tengah hutan. Diberi nama Jonestown. Jones mengklaim bahwa Jonestown berlimpah susu dan madu. Laksana Kanaan bagi orang Israel seperti dikisahkan dalam Kitab Suci Perjanjian Lama.
Seribuan anggota ikut serta ke Guyana.
Namun kenyataannya tidak demikian. Alih-alih surga, Jonestown justru sebaliknya adalah neraka. Anggota "Peoples Temple" dipaksa bekerja di ladang setiap hari. Kalau ada yang melawan, hukuman segera dijatuhkan. Jones juga "memelihara" pengawal bersenjata. Seluruh paspor milik pengikutnya disita. Surat-surat disensor ketat.
Tak tahan dengan kondisi ini, pada tahun 1978, beberapa mantan anggota Peoples Temple meyakinkan anggota Kongres Amerika Serikat dari California, Leo Ryan untuk pergi ke Jonestown dan menyelidiki pemukiman itu.
Pada 17 November 1978, Ryan bersama sejumlah jurnalis dan pengamat tiba di Jonestown. Empat orang mereka.
Usai kunjungan, ketika rombongan Ryan akan pulang, beberapa warga Jonestown memohon agar ikut pulang beserta rombongan. Mereka tidak tahan lagi hidup di situ.
Jones tahu ada yang berkhianat. Ia menyuruh beberapa pengawalnya untuk membunuh Ryan. Rombongan Ryan dicegat di bandara Port Kaitimu. Mereka dibunuh di sana.
Barangkali Jones berpikir, cepat atau lambat kedoknya akan terbuka. Apalagi ia sudah membunuh anggota kongres AS. Usai pembunuhan itu ia minta semua pengikutnya berkumpul di gedung utama.
"Saya minta kalian melakukan tindakan revolusioner yang sangat dicintai Tuhan," kata Jones.
Puluhan galon jus dibikin. Dicampur dengan sianida dan obat penenang. Anak-anak mendapat giliran pertama. Jus dihisapkan ke dalam spoit. Anak-anak disuruh membuka mulut. Lalu disemprotkan ke dalamnya.
Setelah anak-anak meninggal, giliran orang dewasa minum jus beracun itu. Ada yang sukarela. Namun yang ragu-ragu sudah ditodong senjata.
Keesokan harinya para pejabat Guyana tiba di kompleks Jonestown. Mereka mendapati mayat bergeletakan di mana-mana. Foto-foto yang saya sertakan saya kutip dari berbagai situs. Sebanyak 909 orang anggota Peoples Temple dinyatakan tewas.
Beberapa orang bisa selamat karena melarikan diri ke hutan. Merekalah yang kemudian bersaksi. Termasuk beberapa putra Jones yang ketika peristiwa terjadi sedang berada di bagian lain Guyana untuk pertandingan basket.
Jones sendiri didapati sedang duduk di kursi. Di beranda gedung utama itu. Kepalanya terkulai. Sebuah pistol jatuh di bawah kursi. Ada lubang menganga di batok kepalanya. Ia bunuh diri.
Jones konon sudah "aneh" sejak kecil. Teman-teman masa kecilnya bersaksi ia kerap membunuh kucing atau hewan kecil  dan dikubur di pekarangan rumah orang tuanya. Ia juga tidak suka berteman. Meskipun demikian ia membaca buku apa saja: Stalin, Marx, Gandhi, Mao dan Hitler.
Jones kata para pengikutnya mengaku sebagai Yesus Kristus. Karena mendapatkan pewahyuan dari Allah. Namun di lain kesempatan ia merasa sebagai duplikat Stalin!
Barangkali ini pelajaran, agar tak mudah percaya kepada mereka yang mengaku mendapatkan wahyu dari Tuhan!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H