Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Taman Budaya Landak dan Kota Ngabang yang Sedang Bersolek

12 November 2022   10:22 Diperbarui: 12 November 2022   11:10 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Panjang Radakng Aya' di Taman Budaya Landak. Di sini berbagai festival digelar (Foto: Lex) 

Saya menghitung para pengunjung rata-rata seumuran anak pertama saya, Christian. Mereka antara 20-25 tahun. Andre melepas pandangan ke seluruh ruangan.

"Kayaknya betul, Kak," kata dia sembari ketawa.

Ngabang berjarak tiga setengah jam perjalanan dari Pontianak, ibukota Provinsi Kalimantan Barat. Sejak Jokowi menjadi presiden, seluruh ruas jalan negara di pulau ini dibikin mulus dan lebar.  Semua kabupaten bisa terkoneksi dengan baik hingga di perbatasan Malaysia di Pos Lintas Batas Aruk. Saya pernah ke sana dalam waktu yang lain.

Ngabang berada di tengah-tengah. Ia seperti di"kerubuti" dari mana-mana: Pontianak, Sanggau, Mempawah, Kubu Raya dan Bengkayang. Sebagai ibukota kabupaten yang berusia muda (mekar 1999), Ngabang sedang bersolek. Cara hidup kota sedang diadaptasi kaum mudanya. Salah satunya adalah cafe yang ramai pada beberapa bagian kota. Juga di kafe Legian itu. Yang  menawarkan kopi enak. Dan anak-anak muda yang cekikikan. Dan wifi yang kencang.

Sambil ngopi saya mengunduh banyak film.

Tetapi melancong ke Ngabang tak bisa lepas dari tugas. Salah satu tokoh yang harus saya temui adalah Vincensius Syaidina Lungkar (83), Timanggong Binua Landak. Ia adalah salah satu Kepala Adat Dayak Kayatn di Kabupaten Landak. Ia tokoh panutan bagi ratusan ribu warga Dayak Kayatn.

Ngabang relatif kecil saja. Ia setingkat kota kecamatan yang ramai di Jawa. Barangkali seperti Magelang dan Muntilan. Tetapi bagi orang baru yang belum punya kenalan banyak di sini, ia sungguh kota yang rumit. Telepon saya ke Pak Syaidina tak diangkat. Pesan yang saya kirim belum dibalas. Akhirnya saya pakai jurus pamungkas: Mendatangi rumahnya!

Sebenarnya saya tak enak hati. Apalagi setelah tahu beliau sedang sakit.

"Mohon maaf, saya datang tanpa memberitahu," kata saya dengan rasa bersalah.

Penulis bersama Vincensius Syaidina Lungkar, Timanggong Binua Landak (Foto: Dokpri) 
Penulis bersama Vincensius Syaidina Lungkar, Timanggong Binua Landak (Foto: Dokpri) 

"Kalau rumah Anda tidak pernah didatangi tamu, Anda harus bertanya, ini rumah atau gua?" jawab Syaidina, membuat hati saya lega.

Syaidina Lungkar salah satu narasumber utama saya untuk penulisan buku Peraturan Adat (Perdat)Perlindungan Anak yang diinisiasi Wahana Visi Indonesia (WVI) dan sudah diberlakukan di Desa Tubang Raeng, Kecamatan Jelimpo, Kabupaten Landak. Perdat Perlindungan Anak adalah pendekatan baru yang terus diupayakan agar anak-anak mendapatkan hak sipil mereka dan terhindar dari kekerasan fisik, verbal, kekerasan seksual dan penelantaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun