Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menggerakkan Perpustakaan untuk Tingkatkan Literasi di Sumba Timur

10 November 2022   08:37 Diperbarui: 11 November 2022   14:47 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bacaan ditempatkan sesuai dengan kemampuan membaca siswa (Foto:Lex)

SDM Mbatakapidu, Desa Mbatakapidu, Kecamatan Kota Waingapu telah memiliki perpustakaan sekolah atas upaya mandiri yang dibiayai dari dana BOS APBN tahun 2018.  Sekolah ini berjarak 15 km di sebelah selatan Waingapu, ibukota Sumba Timur.

Perpustakaan sekolah berupa sebuah gedung berukuran 6 x 7 meter. Buku-buku ditata rapi, disusun atas-bawah sesuai tingkat kemampuan membaca siswa. Rak bagian bawah adalah buku-buku penuh gambar dengan sedikit tulisan, khusus bagi siswa kelas awal. Sementara rak bagian atas berisi buku-buku bagi siswa kelas atas yang sudah lancar membaca yakni siswa-siswi kelas 4, 5 dan 6.

"Kami membangun perpustakaan ini supaya anak-anak bisa mengisi waktu luang mereka pas istirahat. Tapi kami juga mempunyai jam wajib membaca untuk setiap kelas, dibagi dari hari Senin sampai Sabtu," kata Yunitha May Atanumba, Kepala Sekolah SDM Mbatakapidu.

Ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia dan belajar tatap muka ditiadakan, praktis perpustakaan ditutup. Meskipun demikian para guru tetap berkeliling ke beberapa titik untuk memberikan penugasan kepada siswa. Buku-buku perpustakaan dibawa untuk dipinjamkan kepada mereka. Belajar online tak dapat dilakukan karena sinyal telepon belum masuk ke wilayah ini.

"Kami di sini tidak ada sinyal sama sekali. Jadi pembelajaran online tidak bisa dilakukan waktu itu. Maka guru-guru datang ke setiap kampung asal siswa untuk memberi dan mengambil tugas. Juga meminjamkan buku dan mengambil yang lama," kata dia. Siswa-siswa SDM Mbatakapidu berasal dari Kampung Landa, Watu Mamoha, Maringu lambi, Menggit dan Walunggalu.

"Paling jauh sekitar 5-7 kilometer dari sekolah. Nah, kalau pas musim hujan dan sungai di bawah sekolah ini banjir, anak-anak tidak bisa lewat sudah," jelas Yunitha lagi.

Keberadaan perpustakaan di sekolah telah banyak membantu menaikkan kemampuan literasi siswa. Bagi siswa kelas awal, ada buku-buku yang lebih banyak gambarnya, sementara kelas atas yang telah lancar membaca, diberi bacaan yang tulisannya lebih banyak.

Ketika berkunjung ke sekolah ini pada Jumat (1/4/2022), siswa kelas 6 mendapat giliran memakai perpustakaan. Mereka mengambil buku yang disukai pada rak bagian atas, membaca dalam hati pada meja-meja yang sudah disiapkan. Guru wali kelas membagikan kertas hvs untuk menuliskan ulang isi bacaan.

"Dengan memberi tugas menuliskan kembali isi bacaan, mereka dapat meningkatkan kemampuan literasinya. Perpustakaan ini sangat bermanfaat karena kemampuan membaca siswa-siswi kami berkembang pesat," kata Ibu Lambu Heutu, Wali Kelas 6.  

Perpustakaan Ramah Anak 

Sekolah lain yang telah memiliki perpustakaan dan dimanfaatkan secara maksimal adalah SD Inpres Laipori, Desa Palakahembi, Kecamatan Pandawai, 28 km ke arah timur kota Waingapu. Perpustakaan menempati sebuah ruang berukuran 7x 8 meter dengan dinding-dinding yang dilukis. Menurut Kepala Sekolah, Mery Herlianis Lay, S.Pd.,SD., renovasi gedung perpustakaan dilakukan orang tua siswa,  sementara lukisan di dinding dikerjakan oleh salah seorang guru.

Bacaan ditempatkan sesuai dengan kemampuan membaca siswa (Foto:Lex)
Bacaan ditempatkan sesuai dengan kemampuan membaca siswa (Foto:Lex)

"Setelah kami mendapat intervensi dari program Perpustakaan Ramah Anak INOVASI bersama Taman Bacaan Pelangi (TBP) barulah semuanya teratur seperti sekarang. Kami juga dilatih sehingga bisa paham bagaimana memanfaatkan perpustkaan secara baik dan benar untuk meningkatkan literasi anak," kata Mery.

Sebelumnya buku-buku disimpan dalam kardus dan ditumpuk. Juga belum ada program membaca di perpustakaan bagi siswa. Perpustakaan hanya dibuka bila siswa mendapatkan tugas dari guru, sebab buku-buku yang ada di rak merupakan buku-buku penunjang pembelajaran seperti ensiklopedi, seni budaya, kamus bahasa Indonesia, dan lainnya.

"Padahal kami punya buku-buku yang bagus ketika itu. Tapi tidak kami manfaatkan," aku Mery.

Saat ini buku-buku telah diatur dalam beberapa rak, sehingga mudah dijangkau oleh siswa sesuai dengan kemampuan membaca mereka. Buku untuk kelas awal diletakkan di rak bagian bawah dan semakin ke atas, tingkat kesulitan buku semakin tinggi. Penjenjangan buku dilakukan oleh pustakawati dan guru-guru kelas dengan menggunakan panduan yang disediakan oleh TBP.

"Ada enam jenjang buku yang diperkenalkan melalui program ini, mulai dari yang paling mudah yaitu jenjang Kumbang, Burung, Ikan, Rusa, Singa, dan Gajah. Buku jenjang Singa dan Gajah cocok untuk pembaca lancar," jelasnya.

TBP kata dia menyumbang 1.336 eksemplar buku berbagai judul untuk perpustakaan ini. Selain itu, sekolah menambah 621 buku yang diambil dari tumpukan kardus-kardus sebelumnya, yang masih terbungkus rapi.

Siswa-siswi membaca di perpustakaan sesuai jadwal harian mereka (Foto:Lex) 
Siswa-siswi membaca di perpustakaan sesuai jadwal harian mereka (Foto:Lex) 

Melalui program kolaborasi ini, TBP menyediakan buku cerita anak berkualitas untuk dibaca di perpustakaan dan dipinjam ke rumah. Selain itu, TBP juga memberikan pelatihan pengembangan kapasitas guru melalui pelatihan 'Manajemen Perpustakaan Ramah Anak' dan 'Kegiatan Membaca di Perpustakaan'.

Melalui dua jenis pelatihan di atas, kepala sekolah, pustakawan, dan guru-guru dilatih untuk menjadi pendidik yang ramah anak dan aktif untuk melakukan kegiatan membaca di perpustakaan, yaitu Membaca Lantang, Membaca Bersama, Membaca Berpasangan, dan Membaca Mandiri.

Kini setiap kelas memiliki jam kunjung perpustakaan minimal satu kali jam pelajaran, yaitu 35 menit setiap minggu. Ketika berkunjung ke perpustakaan, guru kelas akan mendampingi anak-anaknya dan melakukan empat kegiatan membaca yang sudah diperkenalkan saat pelatihan, yakni membaca lantang, membaca bersama, membaca mandiri, dan membaca berpasangan.

Pada kegiatan membaca lantang, guru memilih satu judul buku lalu membacanya dengan lantang di hadapan para siswa dengan gaya bercerita.  Tujuannya adalah menunjukkan kepada siswa penggunaan tanda baca dan ekspresi yang tepat. Pada setiap kegiatan, guru akan memperkenalkan atau menjelaskan kata-kata baru atau kata-kata sulit sesuai dengan konteks lokal agar lebih mudah dipahami anak. Kepada penulis, Tabita Tade Lape, seorang guru kelas memeragakan cara membaca lantang. Dengan penuh ekspresi ia membacakan sebuah buku dari kategori "kumbang" kepada kami.

Pada tahun 2020, Perpustakaan SD Laipori dikunjungi oleh perwakilan Kementerian Pendidikan Afghanistan untuk mengetahui bagaimana mereka memanfaatkan perpustakaan demi  meningkatkan minat baca siswa.

Perpustakaan "Dorong"

Sementara itu, perpustakaan SDN Wera di Desa Kadumbul, Kecamatan Pandawai, 45 km arah timur Waingapu, sudah berdiri sejak 2017 ketika Salomi Wati menjabat sebagai pelaksana tugas (plt) Kepala Sekolah (kepsek) di sekolah ini.

"Saya sangat tertarik dengan kegiatan literasi yang diajarkan INOVASI karena sangat membantu siswa kami dalam hal membaca. Sebagai pengawas,  saya ditempatkan di SDN Wera, salah satu sekolah sasaran kegiatan literasi Inovasi. Guru-guru kelas awal di sekolah ini sudah dilatih melalui KKG tentang pelaksanaan literasi di sekolah," akunya. Hal ini juga dibenarkan oleh Welmintje Lulu, Plt Kepsek yang menggantikan Salomi.

Perpustakaan
Perpustakaan "dorong" SDN Wera (Foto:Lex) 

Jangan berpikir perpustakaan di SDN Wera adalah bangunan permanen dengan rak-rak buku yang rapi. Perpustakaan mereka adalah sebuah bangunan dari kayu-kayu beratap daun gewang yang didirikan oleh Komite Sekolah bersama orang tua murid. Lantainya berupa semen kasar yang dialas terpal dan karpet seadaanya. Sementara buku-buku diletakkan pada beberapa rak yang bisa didorong. Ketika giliran siswa-siswi membaca, rak tersebut dibawa keluar sebelum dimasukkan lagi nanti.

Salomi Wati mengatakan, kalau guru-guru hanya menyampaikan materi saja tidak cukup. Sebab itu ia mengundang Komite Sekolah dan menyampaikan manfaat literasi bagi anak-anak mereka. Padahal waktu itu belum ada Taman Bacaan. Hanya ada perpustakaan saja. Buku-buku memang ada namun tidak sesuai dengan perkembangan siswa SD. Buku cerita yang ada tidak sesuai dengan tingkat usia mereka. Sebab itu, setiap jam istirahat anak-anak hanya berlari-larian di halaman sekolah.

"Waktu itu anak-anak belum lancar membaca. Ada kasus kelas 4 SD belum mengenal huruf. Ada yang tidak bisa membaca suku kata. Kelas 5 masih ada yang belum lancar membaca. Alasan ini yang membuat saya berpikir bagaimana kalau waktu senggang anak-anak ini dipakai untuk membaca? Jadilah perpustakaan tersebut," urai Salomi.

Selain itu, setiap hari Sabtu dipakai oleh sekolah ini sebagai "hari membaca". Anak-anak dari kelas 1-6, masing-masing satu jam pelajaran, wajib membaca. Setelah anak-anak membaca, mereka dipulangkan dan guru-guru melaksanakan Kelompok Kerja Guru (KKG) mini.

 "Kami membuat alat peraga yang sesuai dengan untuk bahan mengajar guru di kelas pada minggu berikutnya, khususnya terkait literasi," kata Salomi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun