Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nelly dan Aice Wandikbo, Dua Ibu Petani Kader Kesehatan di Wamena

9 November 2022   10:17 Diperbarui: 9 November 2022   16:08 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nelly selalu tegas soal memotong tali pusar. "Saya bilang, harus saya yang potong tali pusar. Karena kalau di kampung mereka pakai kulit bambu. Itu tidak steril. Saya pakai silet baru yang dimasak di air mendidih supaya tidak infeksi," ucap Nelly.

Ia juga meminta ibu langsung menyusui bayinya begitu lahir. Air susu pertama harus diberikan kepada bayi.

"Tidak boleh buang. Tidak ada air susu kotor. Yang kuning-kuning itu sehat buat anak bayi," tegas Nelly. Memang, masih ada kebiasaan membuang air susu pertama (kolustrum) ke atas batu panas karena dianggap sebagai air susu kotor. 

 "Anak bayi dari 0-6 bulan tidak boleh kasih apa-apa selain air susu ibu. Kalau sudah enam bulan bisa kasih makanan pendamping, tetapi air susu ibu tidak boleh putus," terangnya.

Sementara itu kader kesehatan Aice Wandikbo di Kampung Wananuk II juga melakukan hal yang sama. Sebagai kader PMBA Aice rajin berkeliling ke tiga kampung yang menjadi wilayah "kerjanya", yakni kampung Wananuk I, Wananuk II dan Marli.

"Kampung Marli ada di dekat Sungai Baliem. Jadi naik perahu kalau ke sana. Tapi dekat saja," kata Aice yang memiliki kebun ipere dan sayur-sayuran yang luas di sekeliling rumah.

Aice Wandikbo berfoto bersama suaminya di depan kantor desa Wananuk II (Foto:Lex) 
Aice Wandikbo berfoto bersama suaminya di depan kantor desa Wananuk II (Foto:Lex) 

"Dulu di sini pernah ada empat balita meninggal. Penyebabnya mencret. Waktu saya tanya, mama-mama begitu pulang kebun langsung suap anak balita. Tidak cuci tangan," kata Aice.

Karena itu Aice selalu berkeliling, minimal seminggu sekali ke rumah-rumah yang ia tahu sedang ada balita atau ibu hamil. Di sana ia mengajari cara cuci tangan, cara masak makanan dan mendampingi mereka memeriksakan kehamilan ke Puskesmas.

"Kalau ada mama yang sudah mulai sakit-sakit mau melahirkan, saya panggil bidan di puskesmas, terus kami sama-sama pergi bantu," jelasnya.

Aice juga kerap menemukan anak-anak yang matanya cekung karena kekurangan gizi. Kepada orang tuanya Aice mengajak membawa anaknya ke Puskesmas untuk diobati dan diberi vitamin. Begitu pula kalau ada yang demam.

"Kita biasa tinggal di honai, jadi. Anak-anak hirup asap terus. Kalau sudah demam dan nafas cepat, saya suruh orang tuanya bawa ke puskesmas. Saya dampingi. Kadang mereka tidak mau berobat karena mereka pikir harus bayar. Padahal di puskesmas sudah gratis semua," kata Aice dalam dialek Wamena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun