"Seluruh pemasukan dari dari karcis, ojek, jualan makanan lokal khas sini, bawang merah petani, kami bagi rata di antara pelaku wisata, kampung adat dan warga yang tanahnya dilewati kendaraan. Semua ada dalam peraturan desa sehingga tak ada pungli. Apalagi seluruh warga di sini sudah vaksin tahap ketiga. Kami ingin  ke depan ada pentas tari-tarian tradisional untuk menarik pengunjung," kata Umbu Renggang, alias Uren (30), Ketua Pokdarwis.
Kampung Raja Prailiu
Hanya berjarak 2 kilometer dari pusat kota Waingapu, Kampung  Raja Prailiu adalah kontras yang lain di tengah modernisasi yang sedang melanda Sumba. Ia tetap mempertahankan keasliannya dengan rumah-rumah adat beratap alang, batu-batu kubur dan tenun ikat. Jika ingin melihat proses selembar kain ditenun, silahkan berkunjung ke rumah-rumah. Pasti selalu ada penenun, yang mayoritas kaum perempuan, sedang bekerja. Kendaraan dapat diparkir di tengah kampung, dan Anda silahkan menjelajah sembari berjalan kaki dari ujung ke ujung. Disebut Kampung Raja karena di sinilah pusat pemerintahan para raja Lewa-Kambera pada zaman kolonial Belanda ketika Sumba masih memakai sistem pemerintahan swapraja.Â
ÂDatanglah ke Galeri Tenun Ikat, sebuah rumah yang menjadi pusat pameran kain tenun ikat. Ratusan kain dan selandang dipajang di sana. Anda tak harus membeli, namun bisa menyewa untuk berfoto dengan latar rumah adat dan batu kubur sembari menunggang atau menggiring kuda. Pemasukan dari karcis dan kain tenun yang terjual di atas 250 ribu akan dipotong 10 persen untuk pemeiharaan sarana-prasarana di kampung ini.
"Juga menjadi kas kampung bila sewaktu-waktu diperlukan untuk acara adat," kata Umbu Pandjara (33) Ketua Pengelola Kampung Adat Prailiu. Kelompok ini digerakkan seluruhnya oleh orang-orang muda. Kini mereka sedang mengupayakan festival kreatif lokal berupa tari-tarian dan makanan lokal.
"Tarian hanya sesekali kami tampilkan. Tapi sekarang kami mau tampil secara teratur. Ini juga dalam rangka mewariskan kekayaan budaya kepada anak-anak kami," kata Rambu Mutiara (48) salah satu tokoh perempuan di Kampung Prailiu.
Pantai Walakeri
Usai dari Kampung Raja Prailiu, mari menyusuri jalanan beraspal mulus ke arah timur sejauh 20 kilometer, melewati savana luas membentang, yakni ke Pantai Walakeri, di Kelurahan Watumbaka, Kecamatan Pandawai.
Kawan, kalau Anda pernah melihat foto golden sunset dengan latar "bakau menari", di sinilah tempatnya. Di pantai ini tumbuh pohon bakau dari jenis Aegialitis annulate berpostur pendek dengan cabang-cabang melengkung menyerupai seorang penari. Ia bakau yang tergolong langka dan hanya ada di beberapa daerah di timur Indonesia, termasuk Sumba.
Kini pengelolaan wisata pantai ini ditangani oleh Pokdarwis Bahtera. Sebagian anggotanya adalah kaum muda, antara lain Priscilla Wartono (21), gadis muda yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di bidang Teknik Informatika. Ia menangani media sosial yang khusus mempromosikan pantai ini.
"Kami selalu update informasi harian tentang pasang surut air di Walakeri karena wisatawan perlu informasi untuk bisa foto-foto di bakau," kata kata Priscilla.