Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Situs Perang Kodi 1911-1913: Gua Rambe Manu

22 Oktober 2022   22:37 Diperbarui: 17 November 2022   13:31 1481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan mendaki menuju situs Perang Kodi, Gua Rambe Manu (Dokpri) 

Perintah Wona Kaka jelas: Begitu mereka mendaki, dia akan menembak sebagai aba-aba menyerang. Tali temali pengikat kayu harus dipotong. Batu-batu didorong meluncur ke bawah. Itulah yang terjadi. 

Tentara Belanda yang tak mengira akan diserang dengan batu dan kayu tak bersiap sama sekali. Sekitar 20 orang tentara Belanda tewas tertimpa batu dan kayu.

"Medannya menguntungkan bagi Wona Kaka. Apalagi waktu itu musim hujan. Tanah jadi becek sehingga kayu dan batu mudah meluncur," kata Michael Mahemba (65), peneliti sejarah Wona Kaka. Michael adalah seorang Pengawas SD dan SMP di Kodi.

Saya menemui Michael di Bondo Kodi, di kediaman Daniel Mahemba, mantan Kepala Desa Bondo Kodi. Michael dan Daniel adik-kakak kandung. Rumah mereka berdampingan. 

Ayah mereka, Lota Mahemba (alm), memiliki hubungan darah dengan Wona Kaka. Sama-sama dari Parona Bongu, kampung besar milik klan. Kepada saya Michael menunjukkan "pohon" keluarga Wona Kaka.

Makam Warat Wona, istri Wona Kaka di Parona Bongu, Kodi, SBD (Dokpri) 
Makam Warat Wona, istri Wona Kaka di Parona Bongu, Kodi, SBD (Dokpri) 

Kekalahan Belanda di Rambe Manu bikin panas hati Letnan Brendsen. Mereka memblokade Wona Kaka dan pasukannya dengan mengerahkan prajurit sewaan maupun orang-orang tahanan. 

Wona Kaka dan laskarnya terperangkap kelaparan di atas, di dalam gua, sementara di bawah Letnan Brendsen terus berupaya naik untuk menaklukkan mereka. Tentara Belanda berkemah di sekitar bukit dan kampung Kabappa.

 Dalam kondisi terjepit Wona Kaka berharap alam berpihak kepada mereka. Semangat pasukannya mulai melorot akibat kelaparan. Hujan masih kerap turun pada Mei 1912 itu. 

Ketika hujan turun sangat lebat itulah, dalam gelap malam Wona Kaka dan pasukan merayap meninggalkan gua. Ternyata hanya ada seorang penjaga di bawah, yang terkantuk-kantuk kedinginan seperti kesaksian Dita Ngedo.

Bale-bale dari batang kayu di dalam Gua Rambe Manu, tempat Wona Kaka tidur (Dokpri) 
Bale-bale dari batang kayu di dalam Gua Rambe Manu, tempat Wona Kaka tidur (Dokpri) 

Setelah itu, kata Dita Ngedo, pasukan melarikan diri ke arah Waikelo yang banyak penduduknya, untuk mendapatkan makanan. Di Kadul, daerah antara Bukambero dan Loura, pasukan terpaksa merampas hewan ternak milik warga untuk disembelih.

 "Waktu kami masuk pertama ke Rambe Manu sekitar akhir tahun 1995, kami masih temukan tulang dan tengkorak hewan berserakan di lantai gua. Bale-bale dari kayu tempat tidur Wona Kaka juga masih ada," kata Michael. Menurut dia, tulang-tulang hewan tersebut adalah ternak milik warga yang diberikan kepada Wona Kaka atau justru dirampas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun