Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seragam Baju Adat, Sebuah Langkah Bijak

21 Oktober 2022   07:08 Diperbarui: 21 Oktober 2022   07:50 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 50 Tahun 2022 mengatur tentang  seragam sekolah. Salah satu pasalnya mengatur tentang pemakaian pakaian adat.

Pada pasal 3 ayat 1 disebutkan jenis pakaian seragam sekolah, yakni seragam nasional dan seragam pramuka. Pada ayat dua dijelaskan, selain pakai seragam sekolah sebagaimana dimaksud pada  ayat 1, sekolah dapat mengatur pakaian seragam khas sekolah bagi peserta didik.

"Selain pakaian Seragam Sekolah dan Pakaian Seragam Khas Sekolah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat mengatur pengenaan pakaian adat bagi Peserta Didik pada Sekolah," demikian bunyi Pasal 4 aturan yang ditetapkan pada 7 September 2022 itu.

Terkait pakaian adat diatur kembali pada Pasal 9, yakni model dan warna pakaian adat ditetapkan pemerintah daerah dengan memperhatikan hak setiap peserta didik untuk menjalankan agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai keyakinannya.

Salah satu keberatan orang tua siswa adalah, menyoal ketidakpraktisan mengenakan pakaian adat. Jalan keluarnya, mari kita cari yang praktis. Misalnya, para siswa di Pulau Jawa yang memakai kebaya dengan segala perlengkapannya tentu akan membatasi aktivitas mereka. Dus, pada anak-anak SD dan SMP misalnya, mereka masih dalam tahap lebih banyak bermain-main. Berlari-larian. Jadi jarik bisa didesain agar sedikit leluasa. Misalnya dibikin seperti rok namun yang agak lebar. Tetapi jangan lupa, dipakai hanya pada hari tertentu saja bukan? Tidak setiap hari.

Kain Tenun Sumba pada Rumah Galeri Sumba di Kampung Prailiu, Waingapu, Sumba Timur (Foto:Lex)
Kain Tenun Sumba pada Rumah Galeri Sumba di Kampung Prailiu, Waingapu, Sumba Timur (Foto:Lex)

Secara pribadi, saya menyambut baik peraturan menggunakan baju adat untuk seragam sekolah. Apalagi pengaturan pakaian seragam sekolah tersebut dalam rangka menanamkan dan menumbuhkan nasionalisme, kebersamaan serta memperkuat persaudaraan di antara peserta didik. Dan tidak dipakai setiap hari, namun pada hari tertentu dalam minggu atau bulan. Pakaiannya juga ditetapkan oleh masing-masing sekolah.

Yang perlu dipertimbangkan secara serius adalah, bagaimana kondisi ekonomi orang tua setiap siswa? Sebab itu, karena ini ditetap oleh Pemerintah Daerah, merekalah yang paling paham kondisi di daerahnya. Baik penerapan maupun modelnya. Sebab di daerah banyak orang pintar. Juga yang bisa mendesain agar praktis dan murah. Yang bisa dijangkau oleh semua warganya.

Bagi sekolah-sekolah di Pulau Sumba di NTT, meskipun belum semuanya,  pemakaian pakaian adat bagi peserta didik pada hari atau acara adat tertentu sudah lama dilakukan. Mungkin Mas Menteri mencontoh Sumba? Hehehe, bisa saja. Demikian pula para ASN pada kantor pemerintahan. Juga para pegawai swasta. Sebab itu ada istilah "Jumat Budaya" di sana. Sebab dipakai pada hari Jumat. Pakaian juga didesain sesuai kebutuhan.

Bahkan bukan hanya lembaga pendidikan. Beberapa Paroki (Gereja Katolik) di Keuskupan Weetebula Sumba misalnya, telah menerapkan "minggu budaya" yakni satu hari  minggu dalam bulan di mana umat dihimbau memakai pakaian daerah pada saat mengikuti misa atau ibadat. Dan pada hari itu gereja sungguh semarak. Sebab lagu-lagu dalam misa juga dalam bahasa daerah setempat.

Bagi orang Sumba, kain tenun yang menjadi dasar pakaian adat itu berfungsi serbaguna. Satu untuk semua. Sejak lahir sampai mati kain tenun selalu terlibat di dalamnya. Juga dalam segala urusan sehari-hari: Adat, ekonomi, perdamaian, menerima tamu dan kawin-mawin hingga kematian. Kain Sumba telah menjadi bagian dari hidup sehari-hari warganya.

Salah satu motif kain tenun Sumba Timur (Lex)
Salah satu motif kain tenun Sumba Timur (Lex)

Ketika dua orang atau dua kelompok berseteru, kain tenun terlibat sebagai alat perdamaian. Ia menyatukan mereka kembali. Perkawinan juga begitu, menyatukan pria dan wanita serta keluarga besarnya dengan kain tenun. Seseorang keluar dari penjara, begitu masuk rumah di kalungi kain tenun. Agar jiwanya kembali ke rumah. Juga para koruptor yang keluar dari penjara.

Kalau Anda datang bertamu ke Sumba dan disambut separuh resmi atau resmi sekali, bahu Anda akan diselempangi selembar kain atau sarung tenun. Sebagai penghormatan. Lalu mari datang ke pesta. Ikatkan kain atau sarung dipinggang sebagai pakaian kebesaran. Sekarang kain tenun menjadi bahan fashion. Dari desainer kelas kampung hingga taraf internasional memakai kain tenun Sumba sebagai bahan utama karyanya.

Kain tenun juga telah memutar roda perekonomian. Banyak yang membiayai anak-anak mereka sekolah tinggi dengan menenun dan menjual kain. Demikianlah, kain tenun telah mewarnai seluruh gerak hidup kami orang Sumba.

Motif yang lain (Lex) 
Motif yang lain (Lex) 

Saya punya beberapa lembar kain tenun. Yang saya dapatkan ketika datang ke desa atau rumah keluarga. Sebagai penghargaan. Ketika memberi pelatihan jurnalistik di  Gereja Kristen Sumba (GKS) Waingapu, Pendeta Herlina memberi saya selembar kain tenun Sumba Timur yang elok.

Tapi kerap muncul rasa takut. Sebab kain tenun Sumba juga dipakai untuk membungkus jenazah orang yang meninggal. Di sana, selain yang beragama Islam, jenazah tidak dikafani. Tetapi diselubungi dengan kain tenun tadi. Seperti kalau saat berselubung kain sebagai selimut saat tidur. Persis!

Tetapi anggap saja sebagai pengingat. Bahwa setiap orang suatu saat pasti akan berpulang.  Sebab Momento Mori, kawan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun