Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Kontekstual "Mior Dadin" dengan Spirit "Kulababong" di Sikka, Flores

20 Oktober 2022   09:04 Diperbarui: 20 Oktober 2022   09:08 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhir Agustus 2021 saya berkesempatan datang ke Kabupaten Sikka di Flores, NTT. Berkeliling ke beberapa kecamatan selama dua  minggu untuk menulis tentang "pendidikan kontekstual" yang sudah lama diterapkan di sana.

Dalam masyarakat Sikka masih hidup berbagai kearifan lokal sebagai mekanisme penyelesaian konflik atau untuk mencapai sebuah kesepakatan melalui musyawarah yang disebut kulababong. Kula artinya musyawarah untuk menghasilkan keputusan; Babong berarti bersama-sama.  Kulababong berarti pembicaraan untuk menghasilkan sebuah keputusan bersama.

Dalam praktiknya,  Kulababong mencakup rangkaian tindakan untuk mencapai  sebuah kesepakatan melalui musyawarah dan melaksanakan hasilnya. Tingkah laku dalam proses musyawarah membutuhkan sikap toleransi (mendengarkan, menghargai, terbuka, cinta kasih, saling memberi, sabar dan rendah hati), sementara dalam pelaksanaannya membutuhkan sikap tanggung jawab (ikhlas, adil, sportif, disiplin, kreatif, berkomitmen, pantang menyerah, jujur, cinta lingkungan dan memperhatikan kepentingan sesama).  Hanya saja formalisme birokrasi yang semakin menjadi arus utama dalam menata kehidupan bersama membuat model-model penyelesaian melalui mekanisme tradisional semakin mundur dan mulai pudar.

Salah satu cara untuk menghidupkan kembali spirit Kulababong adalah melalui pendidikan di sekolah. Nilai-nilai yang telah ada dalam rahim kultur masyarakat Sikka perlu dihidupkan dan dikembangkan lagi, namun disesuaikan dengan kemajuan zaman. Sebab itu semangat kulababong perlu diajarkan sejak dini di sekolah dasar.

Demi kepentingan inilah dilakukan kerjasama antara Dinas PPO Kabupaten Sikka, Komisi Pendidikan (Komdik) Keuskupan Maumere, Yayasan Persekolahan Umat Katolik (Sanpukat) Maumere, konsultan pendidikan TRUE dari Bogor, WVI, Yayasan Dinamika Edukasi Dasar (DED) dan Pemerintah Daerah Provinsi NTT. Agar bersama-sama mewujudkan pendidikan karakter yang kontekstual di Kabupaten Sikka. Enam Sekolah Dasar dipilih sebagai proyek percontohan Pendidikan Karakter Kontekstual dengan Spirit Kulababong.

"Kulababong adalah karakter khas masyarakat Sikka dalam  segala aktivitas keseharian. Semua hal dalam kehidupan kami harus dimulai dengan musyawarah-mufakat," kata Leopaldus Maring. Ia guru yang terlibat dalam proses diskusi dan perumusan Pendidikan Karakter Kontekstual dengan Spirit  Kulababong.

"Misalnya nilai pribadi seperti rajin dan tekun. Ada juga nilai yang mengatur hubungan dengan orang lain, hubungan dengan Tuhan. Ternyata cocok diterapkan di sekolah," ungkap Leo.

Dalam prosesnya, mereka juga menemukan banyak hal dari kebiasaan hidup sehari-hari yang bisa dipakai untuk mengajar anak sekolah cepat memahami pelajaran. Misalnya mengajar matematika melalui permainan tradisional.

"Kami belajar perkalian 1x4 dengan menghitung cara orang menyimpan kelapa di sini. Biasanya dalam satu tongkat ada empat buah. Kalau dua tongkat pasti delapan, tiga tongkat berarti 12 dan seterusnya. Murid berhitung dari kebiasaan sehari-hari orang tua mereka. Ketika pelajaran matematika tentang perkalian, mereka tinggal diingatkan soal menyimpan kelapa," ujarnya terkekeh.

Tentang energi gesek yang menghasilkan api mereka belajar dari "ojo", yakni kebiasaan membuat api dari dua bilah bambu dengan cara digesek. Kebiasaan sejak nenek-moyang mereka  dahulu.

Anak-anak kata Leo dapat menggunakan daya kreatifnya untuk memanfaatkan apa yang tersedia di alam. Mereka juga belajar bertahan hidup di mana pun berada.

"Kegiatan ini mengasah pengetahuan, keterampilan dan sikap anak. Dari sisi pengetahuan anak dapat membuat api dari bilah bambu, mengetahui tentang perubahan energi gesek menjadi energi panas, memiliki kemampuan bertahan hidup bila berada di hutan," jelasnya.

Anak-anak dapat mengasah keterampilan berpikir alternatif dan melestarikan budaya nenek-moyang. Sementara sikap atau karakter yang ditumbuhkan adalah tekun, pantang menyerah, kreatif, cinta budaya lokal dan bertanggungjawab.

Cerita rakyat dipakai untuk membentuk karakter anak. Cerita rakyat berisi nasihat orang tua kepada anak-anak mereka. "Kami punya dongeng tentang kerbau dan semut. Dalam cerita tersebut, meskipun kerbau bertubuh besar digambarkan bodoh dan lamban. Dalam perlombaan selalu kalah. Saya katakan,  barangsiapa yang setiap pagi datang terlambat ia ibarat kerbau.  Tapi siapa yang lebih dulu datang ke sekolah, ia seperti semut yang  lincah dan pintar. Mulai besok siapa yang ingin menjadi semut, ia yang datang lebih dulu. Jadi guru tidak perlu ancam siswa, tapi mereka akan berlomba menjadi semut," terang Leo.

Mior Dadin

Khusus di wilayah Kloangpopot dan Waladu, dimasukkan unsur Mior Dadin yang menjadi kekhasan warga di sini.  "Mior" berarti baik, hebat atau unggul, dan "dadin" yang mengandung makna berkesinambungan, kontinyu atau selamanya.

Pendidikan kontekstual Mior Dadin berarti pendidikan yang terjadi terus-menerus, dimulai dari keluarga, dengan melibatkan berbagai pihak, yang bersumber dari nilai-nilai budaya dan alam lingkungan setempat yang mampu membentuk manusia berkarakter baik, cinta lingkungan, hemat dan mandiri.

Model pendidikan Mior Dadin mempunyai tiga pilar yakni: Modung Mior (karakter yang baik dalam bergaul dan bertutur kata), Da'an Dadin (membersihkan dan merawat sehingga tetap baik keadaannya) dan Na'i Nalun (mewariskan  hingga ke anak cucu atau menabung).

Siswa SD di Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya, NTT (Lex) 
Siswa SD di Desa Mali Iha, Kecamatan Kodi, Sumba Barat Daya, NTT (Lex) 

Dalam penerapan Modung Mior, anak-anak dibiasakan untuk senyum, salam, sapa, sopan dan santun (5S) baik kepada orang tua di rumah maupun guru di sekolah. Sementara Da'an Dadin berarti para guru didampingi untuk mampu mengambil konteks lokal dan mengintegrasikannya ke dalam pembelajaran di sekolah, seperti dari makanan tradisional, tarian tradisional, permainan tradisional dan mata pencaharian tradisional.

"Para guru tidak lagi sekadar mentransfer ilmu seperti yang telah lazim dilakukan, tetapi mengajak murid berkegiatan dan menemukan persoalan dari pelajaran yang diajarkan," terang Leo.

Konsep Na'i Nalun dijalankan dengan membiasakan anak-anak menabung. Sebab itu sekolah menjalin kerja sama dengan Koperasi Credit Union (CU) di Maumere dan memilih salah satu guru menjadi koordinator menabung. Tugasnya adalah mendaftarkan nama anak dan jumlah tabungan mereka setiap minggu. Selain menabung uang di koperasi, anak-anak dikenalkan juga dengan "menabung" tanaman untuk masa depan. Mereka menanam tanaman komoditi yang ada di Kloangpopot seperti kelapa, kemiri, coklat dan cengkeh. Selain menabung, tanaman-tanaman ini menjadi media bagi anak-anak untuk belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun