Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Tas Siaga Bencana, Prioritaskan Dokumen Berharga

11 Oktober 2022   20:23 Diperbarui: 15 Oktober 2022   02:13 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya baru pulang dari Sumba Timur di NTT dalam rangka menuliskan kisah empat Desa Wisata Tangguh Bencana, Inklusif dan Adaptif. 

Salah satu poin dari tema ini adalah bagaimana warga melakukan mitigasi terhadap sumber bencana alam yang selalu terjadi berulang setiap tahun dan memperkirakan bencana apa yang mungkin akan terjadi.

Dari hasil mitigasi ditemukan bahwa bencana yang kerap terjadi selain kekeringan karena kemarau panjang adalah, kebakaran padang yang bisa merambat melahap rumah-rumah warga yang rata-rata masih beratap alang-alang.  

Warga secara bersama-sama membuat 'peta bencana' di desa dan kampung masing-masing, menentukan jalur evakuasi, membuat 'jalur pembatas api' dan menyiapkan bahan makanan. 

Salah satu kearifan lokal yang masih hidup di kalangan masyarakat Sumba Timur adalah, bahan pangan berupa jagung diikat melingkar di atas pohon yang agak jauh dari rumah atau kampung,  yang dikenal dengan istilah "karandi watar". 

Cara ini diwariskan secara turun-temurun dari nenek-moyang untuk menghindarkan bahan pangan ikut hangus jika sesewaktu terjadi kebakaran rumah atau kampung.

Parona Wainyapu ketika dilalap api pada September 2022 lalu (Sumber:Portal-Sumba Barat Daya) 
Parona Wainyapu ketika dilalap api pada September 2022 lalu (Sumber:Portal-Sumba Barat Daya) 

Ketika berada di ujung timur pulau ini, tiba-tiba saja di ujung paling barat Sumba, yakni di Kampung Situs Wainyapu, di Desa Wainyapu, Kecamatan Kodi Balaghar, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT, pada Selasa malam (20/9/2022) hangus dilalap api. 

Sebanyak 24 rumah adat tandas dalam sekejap,  dan hanya menyisakan 4 rumah karena berjarak beberapa puluh meter dari perkampungan. Barangkali perlu biaya miliaran rupiah untuk membangun Kembali kampung situs ini.

Dalam konteks yang sama, mitigasi bencana, yakni mempersiapkan diri jika sesewaktu bencana datang, kami sekeluarga selalu bersiap. Yang ada dalam benak kami adalah banjir, meskipun di  RT tempat kami tinggal selama hampir 15 tahun di Depok, Jawa Barat, tak sekali pun pernah terjadi banjir. 

Prioritas kami adalah dokumen dan semua surat berharga lainnya, yang disatukan ke dalam tas tahan air, tak sampai 1 kg beratnya, dan mudah disambar jika tiba-tiba terjadi bencana.

Tas itu kami letakkan di tempat yang mudah dijangkau, dan semua penghuni rumah mengetahui letaknya. Setiap kali ada yang mengambil dokumen dari sana, ia wajib mengembalikannya seperti semula. Kami menegakkan aturan: Dikembalikan seperti sedia kala dan tidak boleh berpindah tempat!

Sebab kami berpikir, hal paling penting selain keselamatan nyawa dalam bencana adalah dokumen-dokumen berharga itu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun