Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kenangan Kebesaran Raja Sumba di Kampung Prailiu

7 September 2022   16:59 Diperbarui: 7 September 2022   17:04 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam Tamu Umbu Rihi Eti (Foto:Lex) 

Rabu 7 September 2022 usai bertemu Kepala Dinas Sosial Kabupaten Sumba Timur dan beberapa Pekerja Sosial (Peksos) di dekat RSU Umbu Rara Meha, saya bersama Direktur Nasional Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) Angelina Theodora bersama beberapa stafnya, mengunjungi Kampung Raja di Desa Prailiu, Kecamatan Kambera, Kabupaten Sumba Timur. Kampung Raja adalah kampung tradisional yang masih melestarikan tenun ikat, rumah panggung dari bahan alam serta batu kubur megalitik.

"Yang ujung sana itu yang paling besar makamnya Tamu Umbu Rihi Eti yang sekarang menjadi nama stadion pacuan kuda. Kubur yang tengah itu makam Umbu Rara Meha yang dibadikan sebagai nama rumah sakit umum. Sementara kalau yang ujung kiri ini makamnya Tamu Umbu Djaka yang wafat tahun 2008. Pengganti Raja Lewa Kambera sekarang seorang ASN, keturunan langsung Bapa Raja," kata Karyawati Liwar, atau biasa disapa Mama Renold.

Ia menjelaskan bahwa Kerajaan Lewa-Kambera pada zaman kolonial Belanda mencakup seluruh wilayah yang didiami Suku Kambera, sejak dari Lewa di sebelah barat hingga Kadumbul di sisi timur. Kedua daerah ini berjarak sekitar 100 km dari ujung ke keujung.

Makam Tamu Umbu Rihi Eti (Foto:Lex) 
Makam Tamu Umbu Rihi Eti (Foto:Lex) 

Dicky Takanjanji menunjuk dua rumah lain yang beratap seng kepada saya. Ia menjelaskan, kedua rumah ini didirikan pada tahun 1918 dan belum mengalami renovasi.

"Yang depan pohon Beringin itu kantor Swapraja. Sementara di samping rumah kami ini tempat tinggal raja," kata Dicky.

Rumah bekas kantor Swapraja Lewa-Kambera (Foto:Lex) 
Rumah bekas kantor Swapraja Lewa-Kambera (Foto:Lex) 

"Rumah beratap alang yang menaranya menjulang itu disebut Uma Hori. Di sana acara-cara adat dilangsungkan," jelas Liwar lagi.

Yang luar biasa bagi saya adalah makam berupa kubur batu seberat 50 ton. Zaman itu, sebut saja pada 1978 ketika raja yang terakhir wafat, lempengang batu mesti ditarik dengan tenaga manusia dari tempat yang jauh. Tepat pada hari pemakaman, setahun kemudian, ratusan lembar kain tenun Sumba ikut dimasukkan ke dalam batu kubur. Batu kubur itu juga berhiaskan pahatan gambar rusa, kuda, buaya dan penyu.

Para ibu perajin dan penjual kain tenun ikat (foto:Lex) 
Para ibu perajin dan penjual kain tenun ikat (foto:Lex) 

Di depan kami berdiri megah sebuah rumah yang lain. Itu adalah rumah Galeri Seni Tenun Ikat Sumba yang pendiriannya dibantu oleh dana social dari Bank Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun