Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Book Artikel Utama

Outliers, Fenomena yang Menyimpang dari Kebiasaan

4 September 2022   09:19 Diperbarui: 9 September 2022   17:19 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Fenomena yang Menyimpang dari Kebiasaan. (sumber: unsplash.com/@avawburton)

Saya membaca berita tentang penelitian awal terhadap suku Polahi di pedalaman Gorontalo, di bagian utara pulau Sulawesi, di tengah hutan Boliyohuto --pada 2013 lalu KOMPAS.COM juga pernah menulisnya.

Saat ini para antropolog dari Universitas Negeri Gorontalo sedang melakukan pendekatan untuk melakukan penelitian yang lebih dalam. 

Akan tetapi, salah satu yang sangat menarik perhatian mereka soal kawin incest di kalangan warganya (ibu dengan anak lelakinya, atau ayah dengan putrinya).

Namun keturunan mereka tidak mengalami kecacatan. Penelitian dengan pendekatan medis mungkin bisa menjawab mengapa bisa terjadi demikian.

Saya ingat lagi sebuah buku karya Malcolm Gladwell yang pernah saya baca. Sudah diterjemahkan secara apik oleh Penerbit Gramedia. 

Malcolm pada mulanya seorang wartawan. Kemudian ia jadi pembicara dan  penulis buku. Tentang Malcolm bisa dibaca di akhir tulisan ini. Saya mau berbagi sinopsis tentang buku "Outliers" salah satu dari beberapa buku karyanya.

Warga suku Polahi di Gorontalo (Sumber:Kompas.com) 
Warga suku Polahi di Gorontalo (Sumber:Kompas.com) 

***

Banyak buku yang mengetengahkan cara meraih sukses. Salah satunya adalah Outliers: The Story of Success karya Gladwell.

Dalam kamus Inggris-Indonesia tidak/belum ada makna kata Outliers. Tetapi Gladwell menjelaskannya sebagai: Istilah yang digunakan untuk menunjukkan "fenomena yang berada di luar kebiasaan".

Meskipun sama-sama menulis tentang meraih impian atau kesuksesan, Outliers tampil lain. Ia berbeda (misalnya) dari 7 Habits of Highly Effective People karya Stephen Covey atau buku-bukunya Dale Carnegie atau The Success Principles-nya Jack Canfield.

Jika tiga orang ini memberi tips bagaimana menggapai impian, Gladwell menulis tentang faktor yang membuat seseorang bisa meraih sukses. Atau sebaliknya mengapa mereka justru gagal.

Buku
Buku "Outliers" (sumber: Gramedia Pustaka Utama) 

Dia kasih contoh: pada tahun 1950-an sakit jantung menjadi penyebab utama kematian pria berusia di bawah 65 tahun di Amerika karena pola makan mereka yang tidak sehat. Tetapi di sebuah daerah bernama Roseto di Pennsylvania, tidak ada orang yang terkena penyakit jantung. Kalau pun ada yang meninggal, karena alasan lain; kecelakaan atau karena tua.

Bukan karena pola makan orang-orang Roseto yang baik, yang lebih banyak serat dan rendah lemak. Bukan pula karena mereka gemar berolahraga. Teliti punya teliti, orang Roseto juga makan lemak babi, minum alkohol, perokok berat, seperti warga AS pada umumnya.

Dus, apa yang menghindarkan mereka dari sakit jantung? Karena outliers terjadi!

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kehidupan sosial merekalah yang membuatnya tidak terkena penyakit jantung. Memang, orang-orang Roseto kerap saling berkunjung, saling bantu dan saling menghormati satu sama lainnya. Mereka tidak gampang stres.

Outliers menyuguhkan banyak kejutan, sebab ia bertentangan dengan banyak hal yang selama ini kita yakini. Barangkali faktor ini juga terjadi pada Suku Polahi di Gorontalo.

Misalnya, setiap orang tua akan memberi anak-anaknya makanan yang bergizi agar IQ-nya tinggi. Juga dipilihkan sekolah yang favorit. 

Selain itu masih diberi les sana-sini. Semua ini dilakukan dengan harapan agar anak-anaknya cerdas. Bahkan kalau bisa melampaui teman-temannya. 

Sebab ada asumsi, anak-anak yang kecerdasannya di atas rata-rata akan lebih mudah mendapatkan impian mereka, ketimbang anak-anak yang IQ-nya rendah.

Tetapi kita terperangah karena bahkan seseorang yang tingkat kecerdasaanya melampaui Albert Einstein justru jadi kuli untuk menyambung hidupnya.

Christopher Langan memiliki IQ sebesar 195. Einsten hanya 150. Tapi Langan tidak menjadi akademisi seperti yang ia idamkan, meskipun ia menguasai teori matematika super rumit dan memiliki kefasihan bahasa yang tanpa tanding.

Ia bahkan berkali lipat lebih pintar daripada Masatoshi Koshiba, peraih Nobel Fisika dari Jepang. Tapi ia tidak menjadi siapa-siapa. Mengapa demikian? Karena Outliers terjadi!

Gladwell memberi tiga pokok yang dapat membantu seseorang menjadi luar biasa.

Pertama, seseorang akan ahli dalam suatu bidang setelah ia melakukan atau mempelajari hal yang sama dalam 10 ribu jam. Bill Gates bisa menjadi seorang programmer hebat karena ia berlatih programming 20-30 jam setiap minggu selama lebih dari 7 tahun.

Grup Band The Beatles menjadi sukses setelah tampil di klub di Hamburg 8 jam setiap hari selama dua tahun. Mereka tampil menghibur penonton selama 8 jam, berganti lagu, agar yang mendengarkan tidak bosan. Mereka melakukannya. Secara tak sengaja feeling musik mereka terasah. Juga jiwa entrepreneurnya. Mereka menjadi band terbesar sepanjang masa.

Kedua, ada kesempatan. Pada 1960 komputer masih sangat mahal, tetapi Gates berhasil memiliki sebuah komputer karena orangtuanya kaya. Ia juga bersekolah di sekolah yang bagus. Bandingkan dengan Chris Langan.

Ketiga, warisan budaya. Menurut Gladwell, budaya sangat berpengaruh pada kesuksesan seseorang. Orang Cina mewarisi ketekunan, keuletan dan efisien luar biasa. Mereka dapat bekerja 3.000 jam setiap tahun.

Di sekolah-sekolah di Eropa, orang-orang Asia cenderung lebih lama di perpustakaan dari pada orang Eropa. Dan dalam pelajaran Matematika orang Asia lebih hebat dari orang Eropa, dikarenakan orang Asia bersedia belajar lebih keras.

Malcolm Gladwell (Sumber: nydailypaper.com) 
Malcolm Gladwell (Sumber: nydailypaper.com) 

Siapa Dia? [1]

Malcolm Gladwell lahir pada 3 September 1963. Dia salah satu staff penulis majalah The New Yorker yang telah bergabung sejak 1996. Ia juga merupakan penulis buku "The Tipping Point" (2000), "Blink" (2005), "Outliers" (2008) dan "What the Dog Saw" (2009). Ketiga buku pertamanya penah menjadi buku terlaris versi New York Times dan sudah diterbitkan di Indonesia oleh Gramedia.

Gladwell menekuni pendidikan tingginya di bidang sejarah di Kolese Trinity di Universitas Toronto, Kanada.

Sebelum menjadi penulis di majalah The New Yorker, Gladwell menjadi jurnalis untuk Washington Post selama sembilan tahun dari 1987 hingga 1996 di mana ia banyak menulis tentang bisnis dan sains. 

Selain sebagai penulis, Gladwell juga berprofesi sebagai pembicara yang banyak diminta untuk berbicara di perusahaan, asosiasi, sekolah ataupun universitas.

Perusahaan yang pernah mengundang Malcolm Gladwell untuk berbicara antara lain adalah Google, Microsoft dan Hewlett Packard. Pada tahun 2005, majalah Time menobatkan Malcolm Gladwell sebagai salah satu dari "100 orang paling berpengaruh".

Buku-buku yang ditulis Gladwell bertemakan psikologi sosial dan banyak mengutip buku dan riset psikologi seperti salah satunya buku Timothy Wilson berjudul "Strangers to Ourselves" yang dikutip pada buku "Blink". 

[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Malcolm_Gladwell

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun