Rumah Budaya Sumba dibangun oleh Pater  Robert Ramone, CSsR pada 2010, setelah direncanakan sejak tahun 2004. Pater Robert seorang Sumba, dari Kodi-Bangedo.Â
Rumah Budaya Sumba terletak di Weetebula, Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Hanya sekitar 20 menit berkendara dari Bandar Udara Tambolaka. Hampir semua orang di Weetebula tahu lokasi tempat ini.
 Pater Robert ingin pulau dan kebudayaan Sumba dikenal oleh wisatawan lokal dan mancanegara. Namun ia juga prihatin terhadap pelestarian budaya Sumba.Â
Tak ada keinginan serius berbagai pihak, termasuk pemerintah, Â untuk melakukan pelestarian. Sementara di sisi lain, minat generasi muda untuk mengenal budayanya sendiri sangat minim.
Dengan upaya pribadi dan bantuan swasta, Rumah Budaya Sumba akhirnya berhasil dibangun di atas lahan seluas 3 hektar. Arsitek yang merancang adalah Yori Antar. Â
Di Indonesia, Yori Antar dikenal sebagai  "arsitek pelestari". Ia yang membangun ulang Wae Rebo di Flores. Membangun "kota" Labuan Bajo untuk kepentingan wisata
Sedangkan di Jakarta bersama ayahnya  Han Hoo Tjhwan atau Han Awal (m.2016) dikenal sebagai arsitek yang merestori berbagai bagunan kuno: Gereja Katedral Jakarta, GPIB Tugu di Semper Jakarta Utara, GPIB Sion di Jakarta Pusat, dan berbagai gedung kuno lainnya di kawasan Menteng.
Sejak itu Rumah Budaya Sumba menjadi satu-satunya  museum di Pulau Sumba untuk memperkenalkan sejarah   dan budaya Sumba kepada khalayak dan murid sekolah.  Terdapat berbagai program dan pentas seni yang diselenggarakan dalam rangka pelestarian dan pewarisan nilai-nilai budaya.
Rumah Budaya Sumba sekaligus juga menjadi tempat wisata, penelitian, pertemuan, serta pusat pembelajaran kebudayaan Sumba.Â