Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jan Van Der Horst, OFM: Memilih Belantara Papua

21 Agustus 2022   18:13 Diperbarui: 21 Agustus 2022   18:18 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pater Jan di Epouto (dok.RSDH) 

Selepas menjadi sekretaris, ia pindah ke Bidogai (sekarang masuk Kabupaten Intan Jaya) dan menjadi Pastor Paroki sejak  Juli 1972. Pada masa ini Pater Jan mengalami sakit tekanan darah tinggi dan gangguan pada telinga sehingga harus berobat ke Makassar selama September-Desember 1973.  Lalu ia cuti ke Belanda.

Setelah cuti, ia kembali menjabat sebagai Pastor Paroki Bidogai dari Juli 1974 sampai dengan bulan Mei 1977.

"Waktu saya pertama ke Papua, saya minta dikirim ke tempat Pater Jan bertugas di pedalaman, di Bidogai. Kami pernah sama-sama sebagai frater di Belanda. Waktu saya menyelesaikan pendidikan filsafat dan teologi, saya minta untuk tidak ditahbiskan. Sementara Jan minta ditahbiskan. Lalu dia duluan ke Papua karena saya lanjut studi sosiologi selama lima tahun," kata Theo van den Broek. Saya jumpa Theo di rumahnya di kawasan Angkasa, Jayapura. Theo sekarang menetap di Jayapura.

Setelah dari Bilogai, Pater Jan berpindah tugas  ke Epouto di Paniai. Ia bertugas di sana dari tahun 1977 hingga 1984.  Ia memimpin kursus-kursus bagi para katekis serta menerbitkan bahan kursus dan pembinaan.

"Mereka dahulu mendidik para calon Pewarta untuk bisa mengabarkan Injil dan berkhotbah di kalangan  umat," kata Gabriel Ngga, OFM, Provincial OFM  Duta Damai Papua.

Selepas Epouto ia pindah ke Waena untuk memimpin SPG Teruna Bakti Waena, sebelum pada Juni 1994 pindah ke Biara Santo Fransiskus APO (Army Post Office---pos  tentara Amerika  dahulu) di Jayapura. Tahun 1995  ia menjadi Pastor Paroki St. Fransiskus APO dan juga melayani di  RS Dian Harapan dan Toko Buku Labor,yang belakangan disewakan kepada  Gramedia.

RSDH berawal dari keprihatinan Jan ketika pelayanan Kesehatan di Papua jauh dari layak. Suatu kali seorang muridnya mengalami sakit malaria, namun didiagnosa berbeda oleh dokter. Alhasil, murid terbut meninggal dunia. Jan sangat terpukul. Namun peristiwa itu telah memantik ide untuk mendirikan sebuah rumah sakit yang bisa melayani pasien, terutama orang Papua, dengan baik. Klinik sederhana yang sudah ada di Kompleks Teruna Bakti dikembangkan menjadi rumah sakit.

"Beliau yang mengupayakan dana dari mana-mana agar Dian Harapan menjadi rumah sakit seperti sekarang," kata dokter John Paat, direktur RSDH selama beberapa periode.

Pater Jan van der Horst (Dok.RSDH)
Pater Jan van der Horst (Dok.RSDH)

Bulan Oktober 2001 Pater Jan menjadi Pastor Paroki Gembala Baik di Abepura, sambil tetap melayani di RS Dian Harapan dan TB Labor. Namun kesehatannya mulai menurun, meskipun semangatnya masih tetap membara. Agar mendapatkan perawatan yang lebih baik, ia dengan ikhlas meninggalkan Papua pada Juli 2005, dan untuk selamanya.

"Beliau kembali ke Belanda karena sakit. Diharapkan di sana ia mendapatkan perawatan yang lebih bagus," Pater Gabriel memberitahu alasannya.

Pada Kamis 23 Februari 2012, terbetik kabar Pater Jan meninggal dunia di Warmond, dalam usia 69 tahun. Ia menjadi anggota Fransiskan selama 50 tahun, 43 tahun di antaranya sebagai imam. RIP!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun