Di bawah afdeeling terdapat onderafdeeling yang membawahi beberapa swapraja. Onderafdeeling dikepalai seorang controuler dengan dibantu oleh beberapa bestuur asisten.Â
Biasanya bestuur asisten dipilih dari orang pribumi agar memudahkan komunikasi dengan rakyat biasa. Controuler untuk wilayah Sumba Barat bagian utara yang membawahi swapraja  Kodi  berpusat di Mamboro.Â
Seperti dicatat oleh Kapita (1979), afdeeling Sumba dibagi menjadi empat onderafdeeling, yakni Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat bagian Utara, dan Sumba Barat bagian Selatan [2].Â
Di bawah onderafdeeling dibuat kerajaan-kerajaan yakni dengan menggabungkan beberapa subsuku yang memiliki keturunan yang sama atau berbahasa ibu yang sama. Kerajaan-kerajaan ini dikenal sebagai swapraja.
Ketika itu di seluruh Sumba terdapat 16 swapraja: Mangili, Umalulu, Mahu Karera, Lewa Kambera, Kanatang, Tabundung, Loura, Mamboro, Kodi, Bangedo, Wewewa, Louli, Wanokaka, Lamboya, Anakalang, dan Umbu Rato Nggai.Â
Setiap swapraja memiliki hak otonom untuk melaksanakan pemerintahan sendiri (zelfbestuur). Setelah Indonesia merdeka, sistem swapraja ini kemudian diubah menjadi pemerintahan tingkat kecamatan. Â
 Seorang raja yang memimpin swapraja dipilih oleh rakyat atau tokoh yang mewakili rakyat dalam sistem musyawarah. Namun, raja harus mendapatkan pengesahan dari pemerintah Hindia Belanda dan mengakui kedaulatan Belanda.
Salah satu tugas raja adalah menarik pajak untuk kepentingan Belanda. Kedaulatan para raja diakui dan diatur dalam kontrak politik yang disebut "Korte Verklaring" atau Perjanjian Pendek.
Perjanjian Pendek dicetuskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johannes Benedictus van Heutsz, yang berkuasa tahun 1904-1909. Isi Perjanjian Pendek itu sebagai berikut:
   1. Raja atau sultan mengakui daerahnya sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda
  2.  Raja berjanji tidak akan mengadakan hubungan dengan kekuasaan di luar negeri