Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menggenggam Jemari, Simbol Kedekatan di Pegunungan Tengah Papua

15 Agustus 2022   10:53 Diperbarui: 15 Agustus 2022   10:59 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berjalan beriringan sembari saling menggenggam jemari adalah simbol kedekatan di Pegunungan Tengah Papua (Dokpri)

Kalau Anda ke Pegunungan Tengah Papua, ke Wamena, Tolikara dan Lanny Jaya misalnya, ada kebiasaan-kebiasaan di sana yang mesti dipahami ketika berjumpa teman. Hal paling umum adalah memberikan salam dengan menjepitkan jari telunjuk kita di antara jari telunjuk dan jari manis kawan itu. Lalu disentak dan terdengar suara "klak".

Kerap pula saat jumpa berjabat tangan, namun bukan telapak tangan yang digenggam dan digoyang-goyangkan, tetapi saling menggenggam di atas pergelangan, sembari bercakap-cakap dan memandang lawan bicara. Itu pertanda keeratan antar kawan. Bukti bahwa ia terbuka menerima kita.

Sering pula tanda kedekatan diungkapkan dengan berjalan beriringan sembari saling menggenggam jemari tangan, atau merangkul bahu. Seperti kalau orang lagi pacaran. Jari-jemari berpadu. Rapat. Saling bertaut. Seolah takut kehilangan.

Namun jangan salah sangka. Itu bukti kita diterima. Ramah-tamah orang Pegunungan Tengah adalah "bahasa" saling genggam tangan itu. Kalau misalnya itu terjadi di Jakarta, dua lelaki dewasa bergandeng tangan sembari ngobrol, bisa macam-macam tafsirnya. Antara lain orang bisa menyangka mereka pasangan. Ya, tak salah. Itu hak mereka bukan? Tak ada kepentingan kita mengganggu keasyikan orang lain, kecuali kalau perbuatannya telah menimbulkan keonaran.   

Saling genggam tangan di Pegunungan Tengah adalah simbol. Ia mewakili sesuatu yang tak kelihatan wujudnya. Yakni rasa dekat. Keakraban sebagai sahabat.

Seperti kalau kita menyimpan foto anak dan istri atau suami atau pasangan di dalam dompet atau gadget yang dibawa-bawa ke mana-mana. Ia adalah simbol. Bahwa orang-orang ini hadir tidak sekadar sebagai sesuatu hal yang ditangkap oleh pancaindera kita. Namun mereka mewakili rasa cinta dan kebersamaan. Dan sebab itu kita bersedia berkorban bagi mereka. Sesuatu yang tak tampak. Namun kita rasakan ada, dan  begitu dekat dan mengalir dalam hati kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun