Seseorang yang telah menerjemahkan omongan Yali membuat Wulep tersenyum.
***
Kampung Air Garam dan Manda di Distrik Bugi, Â berjarak 20 km dari Wamena, ibukota Kabupaten Jayawijaya. Sekitar 30 menit berkendara. Jalan mula-mula beraspal mulus.
Namun selepas Wamena pada beberapa titik, Â jalan telah berlubang. Melalui rute ini pula Kabupaten Tolikara bisa dijangkau. Berjarak 150 kilometer dari Wamena. Empat jam naik "taksi". Yakni mobil 4WD yang dioperasikan sebagai kendaraan angkut penumpang.
Banyak kampung berada di sisi jalan. Demikian pula puskesmas, sekolah dan fasilitas pemerintah lainnya. Kampung Manda dan Air Garam berada di pinggir jalan Wamena-Tolikara itu. Â Meskipun Air Garam sedikit menjorok ke dalam dengan posisi lebih tinggi dari jalan itu.
Tetapi di Wamena ada dua Air Garam. Untuk membedakannya warga sering menyebut "Air Garam-Manda" di Distrik Bugi, dan "Air Garam- Assotipo" di Distrik Assotipo. Kampung yang terakhir ini berada di sisi lain Wamena. Untuk sampai ke sana mesti melewati sungai. Beruntung kalau jembatan tidak diputus banjir. Jika putus, kita harus balik kanan. Pulang.
Waktu kami ke sana, sedang musim bunga di Air Garam  di Assotipo. Sepanjang jalan mendaki ke kampung itu bunga-bunga dengan kelopak kuning dan merah sedang mekar. Elok dipandang mata. Pada ujung jalan di mana aspal berakhir, adalah Gereja Kemah Injil Jemaat Berwaad.
Pas kami di SD Air Garam-yang di Assotipo itu-hari sudah siang. Sekolah sepi. Murid-murid telah  pulang. Waktu teman seperjalanan menengadah ke tiang bendera, ia menunjuk-nunjuk. Saya pikir ada bendera lain yang disisipkan. Oh, ternyata tidak!
"Anak-anak tra perhatikan waktu kasih naik bendera." Seorang guru memberi alasan. Ia mengerek turun bendera. Saya bantu membentangkannya. Diikat ulang. Merah di atas, putih di bawah.
***
Dan SD Manda adalah pintu masuk ke kampung Manda dan Air Garam di Distrik Bugi. Kami melewati halamannya. Gerbangnya pas satu mobil. Palang penutupnya bisa dibuka tutup. Kayu-kayu palang ditarik ke samping. Â