Bagaimana dengan materi pengajaran? Mama Aleda tidak kesulitan. Sebelum PAUD ini dibuka ia telah menjalani serangkaian pelatihan mengajar.Â
Dari menyusun kalender PAUD, muatan pembelajaran, tema, kegiatan harian-mingguan-bulanan, hingga metode dan cara mengajar. Ia dilatih oleh fasilitator yang didatangkan ke Jayapura oleh WVI.
"Anak-anak PAUD dan TK itu tidak boleh diajar membaca dan menulis. Mereka hanya diajari mengenal huruf, mengenal benda dan mengenal binatang. Kasihan kalau dipaksa belajar baca-tulis. Dunia mereka masih dunia bermain," kata dia.
Oleh fasilitator, Mama Aleda juga diajari tentang belajar kontekstual. Artinya, untuk mengajar PAUD mereka bisa memakai bahan-bahan yang berada di lingkungan sekitar tempat tinggal.
"Anak-anak saya minta bawa kunyit atau bunga dari rumah. Kunyit bisa untuk warna kuning, bunga warna merah. Ada juga bahan peraga dari sedotan. Semua mudah didapatkan. Ada di sekitar kita," kata dia.
Membuka Jalan
Pada mulanya Mama Aleda tidak tahu cara mengajar. "Kita orang ini kan tidak tahu sama sekali tentang ilmu mengajar. Modal berani saja.Â
Terus ada pelatihan, barulah kita orang mengerti sedikit-sedikit. Sekarang banyak guru PAUD yang datang tanya ke saya soal metode mengajar, soal penataan tempat, tentang kurikulum, bikin jadwal harian dan lain-lain," akunya.
Memang Kantor Pendidikan Nasional di Jayapura sedang menggalakan pendirian PAUD melalui program Pendidikan Luar Sekolah (PLK). Kesempatan ini ditangkap warga dan banyak lembaga. Mereka beramai-ramai mendirikan PAUD di lingkungan tempat tinggalnya.Â
Sayang, tidak disertai dengan pelatihan yang teratur dan kontinyu. Pelatihan hanya sesekali diadakan dengan jumlah peserta puluhan orang. Peserta tidak bisa memahami secara penuh bahan-bahan yang diajarkan.Â
Modul yang diberikan pun tidak "operasional".
"Kita dikasih buku tebal kayak begini tanpa panduan yang rinci. Teman-teman tutor kelabakan,"kata Mama Aleda. Â Ia menyodorkan buku setebal lebih dari 300 halaman kepada saya.