Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Musim Berganti di Airo

13 Agustus 2022   16:49 Diperbarui: 13 Agustus 2022   17:00 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kami disambut oleh masyarakat di Kampung Primapun di Distrik Pantai Kasuari, Papua Selatan (Dokpri) 

Siang menjelang ketika saya  dan John Noya tiba di SD Airo. Stef sedang memacul tanah di samping rumah. Keringat membasahi seluruh tubuhnya. "Buat tanam sayur," ujarnya kepada kami. Bibit sayur dan cabe,  Stef pesan lewat seorang teman yang sedang ke Merauke 2 minggu lalu.

Menjadi guru bukan pilihan  Stef ketika ikut transmigrasi ke Merauke tahun 1991. Sesampai di Merauke, Stef yang lulus SPG di Lampung Utara bekerja menjadi kuli bangunan yang membangun jalan Merauke-Tanah Merah. Tahun 1994 ia akan dipindah ke Fak-Fak. Stef menolak. Saat itu seorang temannya mengajak ikut testing pegawai negeri, untuk menjadi guru.

"Saya tidak ingin jadi guru. Tahun 1992 Uskup Agats pernah minta saya mengajar tapi saya tolak. Tetapi begitu ikut test langsung lulus dan ditempatkan di Airo. Sekarang saya sudah cinta dengan guru," jelas Stef yang dikirim Ke Airo tahun 1994.

Tidak hanya mengajar 150 murid SD Airo sendirian. Stef merangkap sebagai guru agama Katolik yang memimpin kebaktian setiap hari Minggu. Sesekali ia juga menjadi juru damai dalam pertentangan antar kampung dan bidan yang menangani kelahiran.

 "Saya harus bisa tangani semua, karena orang tidak tahu harus minta tolong kepada siapa lagi. Pemerintahan jauh, puskesmas juga harus ke Kamur," kata Stef yang berharap akan datang tenaga guru yang dapat membantunya mengajar.

Perjuangan Stef di daerah terpencil belum disertai kesejahteraan yang memadai. Ambil contoh ketika anak keduanya lahir lewat operasi cesar. Yang mengurus semua biaya, mulai dari ongkos pesawat Kamur-Merauke PP hingga biaya operasi cesar adalah WVI. Pemerintah hanya membantu sekadarnya saja, itu pun setelah diklaim.

Dan kalau Stef mau bertahan dalam kondisi yang serba darurat, hanya karena ia merasa Tuhan telah mengutusnya ke Airo. "Saya prihatin dengan situasi masyarakat di sini. Kalau saya juga pergi, bagaimana dengan anak-anak mereka? Saya rasa Tuhan yang mengutus saya ke sini, Dia pula yang menjaga kami sekeluarga," yakin Stef.

Kami akan pulang. Stef dan Yolanda istrinya memberi bungkusan. Isinya intip, kerak nasi yang telah digoreng. Di atas kepala kami gumpalan-gumpalan awan sedang berarak, pertanda sebentar lagi musim akan segera berganti di Airo. (Lex)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun