Mohon tunggu...
Alex Japalatu
Alex Japalatu Mohon Tunggu... Penulis - Jurnalis

Suka kopi, musik, film dan jalan-jalan. Senang menulis tentang kebiasaan sehari-hari warga di berbagai pelosok Indonesia yang didatangi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Persembahan bagi Marapu (Bagian 3-Selesai)

28 Juli 2022   11:45 Diperbarui: 28 Juli 2022   12:21 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kampung Adat Wunga di  Kecamatan Haharu, Sumba Timur, NTT (Foto: AJ)

Sirih-pinang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari pada suku Kodi dan warga di Pulau Sumba pada umumnya. Di Kodi ia terlibat dalam pelbagai ritual adat. Dalam tulisan sebelumnya saya sudah singgung soal "antar sirih-pinang" dalam proses peminangan.

Dalam masyarakat suku Kodi, terutama di kalangan pemeluk agama Marapu,  sirih pinang cukup sentral posisinya, terutama dalam berkomunikasi dengan Sang Pencipta yang disebut "Mawolo-Marawi" (harafiah: Yang menenun dan membentuk).  Dalam semua ritual adat baik di "kalimbyatu" (dusun) maupun di "parona" (kampung besar) sirih-pinang adalah salah satu persembahan utama.

Bagi pemeluk Marapu di Kodi, "Mawolo-Marawi" adalah sosok yang tak boleh disebut namanya secara sembarangan. Sebab itu  IA  dilukiskan dalam syair nyanyian dan doa yang menggambarkan kebesaran dan keagunganNya.  Atau mereka menyebutnya melalui perantaraan arwah orang yang sudah meninggal. Juga melalui benda-benda keramat seperti tambur, gong, pedang dan tombak yang diyakini Marapu telah menyatu di dalamnya.

Orang Kodi menyakini, setiap orang yang meninggal dunia telah menjadi "Marapu" dan menjadi perantara kepada "Mawolo-Marawi".

Saya mengutip tulisan budayawan Kodi,  Greg Gheda Kaka (1945- 2005). Menurutnya,  orang Kodi mengenal "Marapu Matuyo" sebagai pelindung parona atau kampung.  "Marapu Bokolo" sebagai penyalur rahmat. "Marapu To Mate" yakni arwah orang mati  dan "Mori Cana" yakni para dewa  penjaga,  sebagai pelindung "kalimbyatu" atau dusun.

Untuk berhubungan dengan sang Mawolo-Marawi, masyarakat Kodi menyelenggarakan berbagai ritual sebagai bentuk ibadah, antara lain: Woleko, yaigho dan parupu kloro atau urato. Semua upacara ini dipimpin oleh Rato Marapu.

Dalam semua ritual adat inilah sirih-pinang ambil bagian.

Ritual adat seperti woleko, yaigho, urato bisa dilakukan oleh parona atau kalimbyatu sesuai nazar kepada Marapu. Berarti ritual-ritual ini diselenggarakan sesuai kesepakatan anggota parona dan kalimbyatu.

Tetapi ada  ritual yang berlaku umum dan menjadi pemersatu warga Kodi yaitu: Nale dan Paddu.  Dalam Nale (yang salah satu bagiannya adalah pasola), ada ritual "hangapung" yakni memberi makanan kepada arwah nenek-moyang yang sudah meninggal dunia. Salah satu bahan utama dalam hangapung adalah sirih-pinang tadi. Yang diletakkan di atas batu kubur atau makam mereka.

Kebiasaan pemeluk Marapu di Kodi (juga di Sumba) telah menjadi kebiasaan umum dan identitas bersama.  Sebab itu, kami  yang memeluk Katolik sejak kecil juga mempersembahkan sirih-pinang di makam kerabat  yang sudah meninggal baik yang Marapu maupun Katolik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun